Desa Wisata Lestari atau disingkat DEWILS merupakan program perencanaan desa lestari berbasis wisata berdaya saing yang didesain secara terpadu untuk memfasilitasi pengembangan wisata desa dan meningkatkan kualitas perumahan permukiman. Program Desa Wisata Lestari dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017 di Kabupaten Wonosobo.

Dalam pelaksanaan Desa Wisata Lestari, dibutuhkan peran serta triple helix pemangku kepentingan yaitu pemerintah, warga dan tenaga profesional yang membantu masyarakat dalam melihat potensi masalah serta merumuskan visi misi perencanaan. Sehingga masyarakat mampu belajar mengelola aset desa dan membangun kawasan secara mandiri dengan tetap melakukan kolaborasi pembangunan komunitas. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga yang dikembangkan agar kedepannya mampu mengelola DEWILS secara mandiri.

DEWILS diharapkan dapat memuat arahan rencana dan program – program pembangunan kawasan wisata yang komprehensif, terpadu, dan berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip-prinsip perencanaan partisipatif. Perencanaan DEWILS menekankan pada prinsip berkelanjutan yang memberi manfaat bagi masyarakat dengan mengurangi dampak negatif dari adanya pengembangan wisata di desa.

Desa Tlogo telah melaksanakan serangkaian tahapan kegiatan DEWILS pada tahun 2016. Konsep pembangunan DEWILS Tlogo dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian alam, keseimbangan, serta berdampak positif bagi habitat dan ekosistem secara berbudaya, lestari dan kebanggaan. Empat tahun setelah terlaksananya DEWILS, tentu telah terjadi banyak perubahan di Desa Tlogo yang menarik untuk dibahas.

Webinar Masterplan Desa Seri 17 dengan tema “Desa Wisata Lestari“ pada Jumat 5 Februari 2021 menghadirkan Aldhiana Kusumawati (Pemerhati Desa) dan Tulus Habib Makruf (Kepala Desa Tlogo, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo).

Tulus Habib Makruf (Kepala Desa Tlogo, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo)

Tulus Habib Makruf (Kepala Desa Tlogo, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo)

 

Aldhiana Kusumawati (Pemerhati Desa)

Aldhiana Kusumawati (Pemerhati Desa)

 

Berikut ulasan sesi diskusi webinar:

Apakah desa wisata perlu membuat peraturan desa tentang retribusi masuk objek wisata atau bisa menggunakan peraturan daerah ? 

Retribusi adalah pungutan yang wajib dibayarkan oleh pengguna fasilitas kepada pemilik atau pengelola sebagai syarat menggunakan fasilitas tersebut.

Untuk desa wisata diperlukan peraturan desa yang secara khusus mengatur kepariwisataan yang menjadi milik desa (aset desa). Terkait retribusi juga perlu diatur dalam peraturan desa karena desa sebagai pemilik aset berhak mengatur dan memungut retribusi dari penyelenggaraan wisata. Aset milik desa harus diatur dengan peraturan desa, sehingga tidak perlu diatur oleh peraturan daerah. (Aldhiana Kusumawati).

Bagaimana komposisi bagi hasil dari pengelolaan desa wisata antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa atau pengelola desa wisata ?

Selama pelaksanaan Desa Wisata Lestari, tidak ada sharing keuntungan untuk pemerintah daerah. Namun pemerintah daerah bisa mendapatkan hasil pajak dari restoran dan parkir. Dalam pengembangan Desa Wisata Lestari, pemerintah daerah memiliki peran membantu keuangan dan mengawasi. (Aldhiana Kusumawati).

Bagaimana pelaksanaan Forum Kemitraan Desa di Kabupaten Wonosobo?

Terdapat forum kemitraan yang menghadirkan seluruh stakeholder terutama pemerintah dan perusahaan swasta untuk melakukan branding desa – desa di Kabupaten Wonosobo.

Branding desa merupakan upaya untuk memperkenalkan identitas dan ciri khas suatu desa agar menjadi lebih menarik, unik, dan memiliki pesonanya sendiri. Desa-desa wisata perlu membangun “branding” desanya

Masterplan Desa yang dibuat bersama tim HRC Caritra disampaikan dalam donor meeting sebagai branding desa dan dilakukan kunjungan lokasi ke desa setelah forum kemitraan. Hal tersebut dapat mendorong pemasaran wisata desa dengan baik dan terdapat kolaborasi antara pemerintah dengan swasta dalam forum kemitraan tersebut. (Aldhiana Kusumawati)

Bagaimana strategi pengembangan Desa Wisata Lestari dalam meningkatkan pengunjung?

Pada tingkat pemerintah daerah, pemasaran lewat media akan lebih efektif. Sedangkan untuk pemerintah desa bisa mengadakan event atau acara di Desa Wisata Lestari.  Tujuannya adalah menarik orang untuk datang berkunjung. Selain itu Desa Wisata Lestari juga terbantu dengan adanya forum antar Desa Wisata Lestari di Kabupaten Wonosobo, sehingga antar desa bisa berbagi pengalaman karena setiap desa memiliki strategi masing-masing. (Aldhiana Kusumawati)

Upaya Desa Tlogo dalam meningkatkan jumlah pengunjung dilakukan dengan pemanfaatan teknologi media informasi yaitu melalui media sosial. Desa Tlogo juga mengandalkan kearifan lokal yang dimiliki desa untuk meningkatkan daya tarik masyarakat agar berkunjung ke Desa Tlogo.  (Tulus Habib Makruf)

Pendekatan apa yang dilakukan dalam membangun kesadaran masyarakat pada awal memulai desa wisata lestari?

Membangun kesadaran masyarakat itu merupakan tantangan bagi Desa Tlogo dalam membangun Desa Wisata Lestari. Permasalahan yang dihadapi adalah masyarakat belum memiliki visi yang sama untuk mewujudkan Desa Wisata Lestari. Strategi pertama yang dilakukan Desa Tlogo adalah sosialisasi kepada masyarakat bersama para pelaku wisata sehingga masyarakat mendapatkan berbagai cerita pengalaman dan kisah sukses dalam mengembangkan desa wisata.

Dalam mewujudkan kesadaran masyarakat, Desa Tlogo sering melakukan ajakan melalui forum musyawarah. Sedikit demi sedikit akhirnya masyarakat mulai sadar dan mendukung pembangunan Desa Wisata Lestari. (Tulus Habib Makruf)

Apa tantangan dan kendala utama dalam proses replikasi program Dewils?

Replikasi adalah proses pembelajaran konsep dan keberhasilan dari suatu desa untuk diterapkan di desa – desa lain agar bisa mengikuti jejak keberhasilannya.

Kondisi infrastruktur yang ada kurang memadai merupakan kendala utama yang dihadapi. Infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan pelaksanaan program terkendala karena aksesibilitas sangat sulit. Lokasi desa yang cenderung terpencil dan kualitas jalan buruk membuat perjalanan menuju desa memakan waktu yang tidak sebentar. Hal itu diperparah dengan ketersediaan data pendukung yang kurang menyebabkan pelaksanaan program terhambat,.

Banyak desa yang tidak menikmati proses dalam mengembangkan wisata. Kebanyakan desa hanya menginginkan hasil instan. Beberapa desa masih sulit diajak untuk merencanakan secara jangka panjang. Maka ke depannya perlu dilakukan edukasi untuk meyakinkan desa mengikuti proses pembangunan desa dengan visi jangka panjang. (Aldhiana Kusumawati)

 

Bagaimana menghadapi kendala lemahnya kelembagaan dalam membangun desa wisata?

Konflik yang sering terjadi adalah pada lembaga di desa, sedangkan untuk pemerintah di daerah sudah cenderung satu suara. Hingga saat ini terjadi banyak hubungan yang unik karena antar desa terdapat proses saling belajar. Hubungan yang berjalan antar desa dapat mendukung penyelesaian masalah di desanya masing-masing. Konflik kepentingan pasti ada, seperti konflik batas desa pernah terjadi dan dapat diselesaikan dengan kesepakatan antar desa. Komunikasi antar lembaga di desa harus terus ditingkatkan, serta diadakan forum untuk membuat lembaga di desa menjadi satu suara (Aldhiana Kusumawati)

Dalam pengelolaan Desa Wisata Lestari apakah ada dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan bagaimana mengantisipasinya?

Jelas ada dampak. Dampak lingkungan karena pengembangan desa wisata harus diimbangi dengan program – program yang ada seperti pengelolaan sampah dan peningkatan kesehatan masyarakat.  (Tulus Habib Makruf)

Masyarakat desa sudah memiliki perhatian dengan menjaga kelestarian lingkungan karena program dewils juga selalu berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. (Aldhiana Kusumawati)