Konten:

  1. Penyediaan air minum dan sanitasi Desa
  2. Irigasi Desa
  3. Embung Desa
  4. Jembatan Desa – Pedoman PPIP 2008
  5. Penyediaan Manajemen Limbah
  6. Sistem Kelistrikan Desa
  7. Infrastruktur Mitigasi Bencana
  8. Pengelolaan Sampah dan Pengolahan Sampah

 

1. Penyediaan air minum dan sanitasi Desa

https://www.ampl.or.id/program/program-nasional-penyediaan-air-minum-dan-sanitasi-berbasis-masyarakat-pamsimas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum

Penyediaan air minum dan sanitasi desa termasuk dalam Program PAMSIMAS. Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah fasilitas bagi warga masyarakat yang belum terlayani air minum dan sanitasi, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perdesaan dan peri-urban.

Program PAMSIMAS sudah berjalan beberapa tahap, yakni :

  1. Pamsimas I, tahun 2008-2012 yang diikuti oleh 110 kabupaten;
  2. Pamsimas II, tahun 2013-2015 dengan diikuti oleh 220 kabupaten dan lebih dari 10.000 desa;
  3. Pamsimas III, tahun 2016-2019 target desa sasaran sebanyak 15.000 desa.

Dengan Pamsimas, diharapkan masyarakat dapat mengakses pelayanan air minum dan sanitasi yang berkelanjutan serta meningkatkan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Kegiatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dananya berasal dari kontribusi masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

https://www.ampl.or.id/program/program-nasional-penyediaan-air-minum-dan-sanitasi-berbasis-masyarakat-pamsimas

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum

 

2. Irigasi Desa

Pedoman Teknis Pengembangan Jaringan Irigasi TA. 2015 Dirjen Sarana Prasarana Kementerian pertanian.

Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang mencakup penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Adanya irigasi desa memungkinkan pertanian yang ada di desa akan terus berkembang dengan baik.

Syarat:

Irigasi air permukaan/ non rawa

  1. Jaringan primer, sekunder dalam kondisi baik dan sumber air tersedia.
  2. Lebar saluran disesuaikan dengan debit air dan luas lahan sawah yang akan diairi (luas oncoran).
  3. Kemiringan (slope) saluran disesuaikan dengan kelerengan lahan 2%.
  4. Luas lahan sawah kelompok tani/Gapoktan minimal 15 Ha sedangkan P3A minimal 25 Ha.
  5. Meningkatkan IP minimal 0,5 dan meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton/ha.

 

Irigasi Rawa

  1. Diutamakan pada rawa pasang surut dengan tipe luapan B dan C dan rawa lebak.
  2. Jaringan primer, sekunder dan/atau sumber air dalam kondisi baik.
  3. Lebar saluran disesuaikan dengan besarnya luapan dan luas lahan sawah yang akan diairi (luas oncoran).
  4. Luas lahan sawah kelompok tani/gapoktan/P3A berada pada satu hamparan blok tersier.
  5. Meningkatkan IP minimal 0,5 dan meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton/ha.

 

 

3. Embung Desa

Gambar: Embung Desa
Sumber: https://villagerspost.com/todays-feature/membangun-desa-lewat-embung/

Embung kecil merupakan bangunan konservasi air berbentuk kolam atau cekungan untuk menampung air limpasan serta sumber air lainnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan air dengan volume tampungan 500 m3 sampai 3.000 m3, dan kedalaman dari dasar hingga puncak tanggul maksimal 3 m.

Kriteria dan komponen embung kecil meliputi:

  1. Volume tampungan antara 500 m3sampai dengan 3000 m3;
  2. Tinggi embung dari dasar hingga puncak tanggul maksimal 3 m;
  3. Mempunyai panjang 20 m sampai dengan 50 m dan lebar 10 m sampai dengan 30 m; dan
  4. Dilaksanakan dengan sistem padat karya oleh masyarakat setempat. Alat berat dapat digunakan apabila anggaran upah pekerja sebesar >= 30% total anggaran sudah terpenuhi.

Kriteria dan komponen bangunan penampung air lainnya, meliputi:

a. Long storagedengan kriteria dan komponen sebagai berikut:

    1. Volume tampungan antara 500 m3sampai dengan 3000 m3;
    2. Ketinggian tanggul maksimumnya 3 m; dan
    3. Kemiringan saluran lebih kecil dari 3%.

Long storage merupakan bangunan penahan air yang berfungsi menyimpan air dalam sungai, kanal dan/atau parit pada lahan yang relatif datar dengan cara menahan aliran sungai untuk menaikkan permukaan air sehingga volume tampungan airnya meningkat.

b. Dam parit dengan kriteria dan komponen sebagai berikut:

    1. Sungai atau parit memiliki lebar minimal 2 m;
    2. Debit sungai atau parit minimal 5 liter/detik sepanjang tahun;
    3. Kemiringan dasar sungai/parit 0,1% (misalnya, untuk jarak 1000 m, beda ketinggian 1 m).

Dam parit merupakan suatu bangunan konservasi air berupa bendungan kecil pada parit-parit alamiah atau sungai kecil yang dapat menahan air dan meningkatkan tinggi muka air untuk disalurkan sebagai air irigasi.

 

 

4. Jembatan Desa – Pedoman PPIP 2008

Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Teknis Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan. 2008

Pedoman Pembangunan Embung Kecil dan Bangunan Penampung Air Lainnya di Desa disusun dan ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berdasarkan Diktum Ketiga Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2018 tentang Percepatan Penyediaan Embung Kecil dan Bangunan Penampung Air lainnya di Desa.

Pembangunan jembatan desa seperti jembatan gantung dilaksanakan untuk menghubungkan antar wilayah yang ada di desa dengan harapan terjadi aksesibilitas yang lebih baik dari sebelum adanya jembatan tersebut. Kriteria pembangunan jembatan desa/ jembatan gantung yaitu:

  1. Pembangunan jembatan gantung desa dapat dilakukan dengan pengusulan pemerintah daerah seperti Gubernur, Walikota, atau Bupati serta lembaga pendidikan tinggi kepada Menteri PUPR.
  2. Lokasi pengusulan pembangunan jembatan gantung tersebut sesuai dengan tujuan untuk mengatasi keterisolasian warga, untuk jalur evakuasi bencana atau untuk peruntukan lain yang lebih bermanfaat.
  3. Bahan jembatan gantung dan akses jalan sudah dibebaskan dan sudah disiapkan pemerintah daerah atau lembaga pendidikan tinggi.
  4. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan tinggi atau TNI yang berperan serta berkontribusi dengan melaksanakan bangunan bawah, pengangkutan dan pemasangan jembatan gantung lebih mendapat prioritas jika ketiga kriteria sebelumnya terpenuhi.
  5. Pemerintah daerah atau lembaga pendidikan tinggi bersedia menerima hibah dan selanjutnya memelihara jembatan gantung tersebut.

 

Sumber gambar:

http://infopublik.id/kategori/nusantara/302125/masyarakat-desa-wonokerto-perbaiki-saluran-irigasi-pertanian?show=

http://sukamulya-singaparna.sideka.id/2018/12/17/pembangunan-jembatan-melalui-dana-desa/

https://news.trubus.id/baca/30654/68-desa-di-sorolangun-sudah-nikmati-pamsimas

 

5. Penyediaan Manajemen Limbah

a. Limbah Padat

Penyediaan manajemen limbah padat khususnya limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat dilakukan dengan penyediaan kontainer limbah padat di beberapa sudut desa. Penyediaan kontainer dapat dilakukan dengan cara menyediakan segel untuk kontainer agar aman dan tidak mencemari lingkungan, selain itu perlu diatur jarak antara lokasi kontainer dengan rumah warga. Pemeriksaan kontainer rutin perlu dilaksanakan, terdapat beberapa tahapan pemeriksaan yaitu:

  1. Mendokumentasikan fisik kontainer dan mencatat nomor register kontainer;
  2. Mendokumentasikan segel bea cukai berbentuk botol dan nomor register segel dan/atau segel bentuk lain;
  3. Mendokumentasikan saat pelepasan segel;
  4. Mendokumentasikan saat pintu kontainer dibuka satu pintu sebelah kiri, dengan fokus pada nomor kontainer;
  5. Mendokumentasikan saat pintu kontainer dibuka keduanya, dengan fokus pada nomor kontainer bagian dalam dan kondisi fisik kontainer secara visual (basah/kering);
  6. Melakukan pemeriksaan secara fisik terhadap isi kontainer;
  7. Melakukan pembongkaran terhadap isi kontainer (bale press) dengan cara mengeluarkan dari kontainer dan memotong tali/ kawat pengikat bale press (bila diperlukan);
  8. Mencacat dan mendokumentasikan temuan berupa material sampah dan/atau limbah B3, serta bentuk cairan dan padatan;
  9. Pengambilan sampel (bila diperlukan).

 

b. Air Kotor (grey water)

Pengelolaan limbah air kotor dapat dilakukan dengan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara komunal, untuk pengelolaan limbah cair di pemukiman padat penduduk, kumuh, dan rawan sanitasi. Pengelolaan grey water dilakukan dengan membuat bak filter penampungan dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan serta memiliki jarak lebih dari 100 m dari perumahan warga. Limbah grey water yang telah diolah dapat dimanfaatkan menjadi air untuk menyiram tanaman serta mencuci kendaraan.

 

6. Sistem Kelistrikan Desa

Gambar PLTA Desa
Sumber: https://villagerspost.com/todays-feature/membangun-desa-lewat-embung/

Penyediaan energi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi, yang mengamanatkan pemerintah untuk mengelola energi berdasarkan sejumlah asas: kemanfaatan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuan pengelolaan energi ditetapkan untuk menjamin ketersediaan pasokan energi dan tercapainya peningkatan akses bagi masyarakat yang tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil. Penyediaan listrik di desa dilakukan oleh PLN sebagai penyedia listrik di Indonesia, namun dapat juga disiapkan energi alternatif untuk penyediaan listrik di desa yaitu dengan penyediaan pembangkit listrik tenaga mikrohidro, pembangkit listrik tenaga biodiesel, pembangkit listrik tenaga matahari dengan panel surya, pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit listrik tenaga air dengan turbin serta instalasi biogas.

  1. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan jumlah debit air.
  2. Pembangkit listrik tenaga matahari dapat dilakukan dengan membuat panel surya
  3. Pembangkit listrik tenaga angin dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi angin khususnya dengan membuat kincir angin di lokasi yang strategis
  4. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas an aerobik yang mendegradasi bahan-bahan organik, biogas ini cukup terjangkau dan ramah lingkungan.

 

7. Infrastruktur Mitigasi Bencana

Gambar dinding penahan tanah
Sumber: http://jamesthoengsal.blogspot.com/p/dindingpenahan-retaining-wall-kamis.html

a. Banjir

Indonesia merupakan supermarket bencana, baik karena alam maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah

budidaya dan pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat ini disebabkan keadaan badan sungai yang rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah. Infrastruktur mitigasi bencana banjir dapat dilakukan dengan:

1) Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.

2) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.

3) Pembangunan infrastruktur harus kedap air

4) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.

5) Pembersihan sedimen.

6) Pembangunan pembuatan saluran drainase dan resapan air

 

b. Tanah Longsor

Longsoran merupakan salah satu gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing. Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini. Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor yang ditampilkan dalam bentuk peta, serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami. Tindakan mitigasi aktif yang dapat dilakukan adalah:

  1. Membuat tanggul penahan pada tebing-tebing yang rawan longsor di desa.
  2. Penggunaan teknologi mortar ringan
  3. Pembuatan terasering untuk menahan longsor
  4. Penataan kawasan dataran tinggi

 

c. Tsunami

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami,yaitu:

1) Pusat gempa bumi terjadi di laut,

2) Gempa bumi memiliki magnitude besar,

3) Kedalaman gempa bumi dangkal, dan

4) Terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut.

Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m. Menurut Rofiq Isa Mansur (Kepala BPBD Tuban) mitigasi bencana tsunami dapat dilakukan dengan:

1) Menerbitkan peta wilayah rawan bencana dengan membangun batas-batas rawan

2) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana;

3) Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana

4) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di wilayah rawan bencana.

5) Membangun pos-pos pengungsian pada daerah aman

6) Menyiapkan jalur evakuasi bencana tsunami

7) Adanya perencanaan lokasi hunian sementara (shelter)

 

d. Gempa

Mitigasi gempa bumi dapat dilakukan dengan:

  1. Menyiapkan rencana untuk penyelamatan diri apabila gempa bumi terjadi.
  2. Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam menghadapi reruntuhan saat gempa bumi, seperti merunduk, perlindungan terhadap kepala, berpegangan ataupun dengan bersembunyi di bawah meja.
  3. Menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan standar dan persediaan obat-obatan.
  4. Membangun konstruksi rumah yang tahan terhadap guncangan gempa bumi dengan fondasi yang kuat. Selain itu, anda bisa merenovasi bagian bangunan yang sudah rentan.
  5. Memperhatikan daerah rawan gempa bumi dan aturan seputar penggunaan lahan yang di keluarkan oleh pemerintah.

Membangun konstruksi rumah tahan gempa dapat dilakukan dengan pedoman dari Kementerian PUPR berikut:

  1. Bangunan rumah tembok dengan dinding terbuat dari pasangan bata merah atau batako, dimana dindingnya difungsikan sebagai pemikul beban, maka dinding ini harus diikat atau diberikan perkuatan berupa kerangka yang membatasi luasan dinding. Kerangka ini dapat dibuat dari beton bertulang, baja, atau kayu.
  2. Dari hasil pengamatan kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi yang lalu, maka luas dinding yang diperkuat dengan rangka beton bertulang atau baja dibatasi 12 m2 .
  3. Bata merah harus dicuci dengan cara direndam dalam air hingga bebas dari debu permukaan yang lepas dan jenuh air. Pada saat dipasang permukaan bata harus kering. Kekuatan tekan bata tidak boleh kurang dari 30 kg/cm2 .
  4. Plesteran dan adukan harus terbuat dari paling sedikit 1 bagian semen dan 6 bagian pasir serta harus mempunyai kekuatan tekan minimum pada umur 28 hari sebesar 30 kg/cm2 , bila diuji dengan menekan benda uji berupa kubus dengan ukuran sisi 5 cm.
  5. Bata merah harus dipasang pada hamparan adukan yang penuh dan semua siar baik vertikal maupun horisontal harus terisi penuh, begitu juga siar-siar antara dinding dengan kolom atau portal yang mengelilingi dinding (atau celah antara dinding dengan tiang kusen) harus terisi penuh dengan adukan. Tebal siar minimum adalah 1 cm. Tali pelurus harus dipakai pada pemasangan bata merah. Dinding harus terpasang vertikal dan terletak di dalam bidang yang sejajar dengan bidang portal yang mengelilinginya.
  6. Dinding harus diplester dengan tebal plesteran minimum 1 cm pada kedua muka dinding.
  7. Bila menggunakan batako untuk dinding rumah, maka batako tersebut harus bersih dan jenuh air serta harus kering muka pada saat pemasangan. Kekuatan tekan batako minimum 15 kg/cm2 .
  8. Adukan untuk dinding batako harus terbuat dari paling sedikit 1 bagian kapur dan 5 bagian tras (atau 1 bagian semen dan 10 bagian pasir) dan harus mempunyai kekuatan tekan minimum pada umur 28 hari 15 kg/cm2 , bila diuji dengan menekan benda uji berupa kubus dengan ukuran sisi 5 cm.
  9. Batako harus dipasang dengan cara yang sama dengan cara pemasangan dinding bata merah.

Sumber: http://bpbd.jogjaprov.go.id/berita/mitigasi-bencana-gempa-bumi

https://limapuluhkotakab.go.id/lpk-detail-berita/VFdxOElUYVNWdnl1VlFBYlhRTGhUUT09jenis

 

 

8. Pengelolaan Sampah dan Pengolahan Sampah

Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/orkzey284/pengelolaan-bank-sampah-yogyakarta-masih-butuh-pendampingan

Penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan penyediaan TPS dan bank sampah di desa. Bank Sampah menjadi salah satu media penggerak ekonomi pada tataran level terbawah di masyarakat. Bank sampah merupakan suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang telah dipilih dan dipilah untuk nantinya akan dijual oleh pengepul sampah ataupun produsen kerajinan berbahan baku barang daur ulang. Bank Sampah sesungguhnya tidak hanya merupakan satu konsep penanganan sampah dengan sistem jual beli, namun juga ada konsep kepedulian/pelestarian lingkungan, konsep peningkatan kualitas sumber daya manusia dan konsep pemberdayaan masyarakat dalam kaitan kemandirian ekonomi masyarakat. Bank Sampah bisa menjadi solusi alternatif pengendalian sampah sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat yang permodalannya bisa diambilkan dari Dana Desa.

Pembuatan tempat pengolahan sampah dibagi menjadi pengolahan sampah organik dan non-organik.

  1. Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan membuat suatu bak penampungan untuk menampung sampah organik untuk kemudian dapat dibuat pupuk untuk tanaman, pembuatan bak penampungan sebaiknya lebih dari 500m untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
  2. Pengolahan sampah an-organik dapat dilakukan dengan membuat TPS untuk menampung sampah yang ada serta dilakukan pemilahan sampah untuk didaur ulang, sampah an-organik yang tidak dapat membusuk dapat diolah menjadi seperti pot dan kerajinan yang memiliki nilai ekonomis.

Sumber:

https://djpb.kemenkeu.go.id/kanwil/ntb/id/data-publikasi/artikel/2897-bank-sampah-dan-penguatan-ekonomi-desa.html