Pada Kamis, 16 Maret 2023 lalu, Dusun Tamanan, Tamanmartani, Sleman melaksanakan tradisi Sadranan. Nyadran atau Sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang Jawa untuk memperingati bulan Sya’ban atau Ruwah (Kalender Jawa). Sadranan diadakan sebagai bentuk rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa. Sadranan dimaksudkan sebagai sarana untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal dan mengingatkan akan kematian. Sadranan juga sebagai wadah untuk meningkatkan pelestarian budaya gotong royong dalam sosial masyarakat di kalurahan (Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2022).
Tradisi sadranan di Dusun Tamanan dilaksanakan untuk melestarikan salah satu budaya setempat. Sadranan di Dusun Tamanan terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan seperti Iring-iringan bergada, kirab tenong, kirab jodang dan makan bersama (kembul bujono). Antusias warga setempat untuk mengikuti sadranan sangat besar. Menurut informasi dari salah satu warga, antusias tersebut terbentuk karena Dusun Tamanan rutin mengadakan kegiatan yang bersifat mengeratkan persaudaraan antarwarga. Maka dari itu, ketika ada kegiatan seperti sadranan pengurus merasa tidak kesulitan untuk mengajak warga terlibat.
Sadranan di Dusun Tamanan dimulai dengan iring-iringan bergada. Bergada dikenal sebagai pasukan prajurit keraton yang sering mengiringi dan mengawal arak-arakan acara keraton. Bergada biasanya terdiri dari orang tua yang sangat identik dengan seragam berwarna mencolok seperti merah, putih gading dan hitam. Bergada di Dusun Tamanan memiliki pasukan yang lebih banyak terdiri dari pemuda, sedangkan orang tua lebih berperan sebagai pimpinan pasukan. Sebagai kegiatan pembuka sadranan, iring-iringan bergada dilakukan oleh pasukan dengan membawa sejumlah senjata seperti tombak. Sembari iring-iringan, bergada juga memainkan musik layaknya pasukan drum band.
Iring-iringan bergada juga diikuti oleh rombongan warga RT 1 sampai RT 9 Dusun Tamanan. Kelompok warga per RT mengikuti iring-iringan di belakang pasukan bergada dengan membawa jodang dan tenong. Jodang dikenal dengan tandu yang digunakan untuk mengangkat barang dan dalam kegiatan ini dipakai untuk tempat membawa makanan. Sementara itu, tenong adalah tempat menaruh makanan yang terbuat dari anyaman bambu dengan bentuk bulat seperti tampah dan dibawa oleh masing-masing warga. Dalam kegiatan nyadran di Dusun Tamanan, makanan-makanan yang dibawa oleh warga berasal dari hasil iuran per RT yang telah diserahkan ke ketua RT.
Setelah iring-iringan bergada, sesampainya di jalan lingkungan warga mengikuti upacara tombak pora dan menempati tenda sesuai pembagian RT. Masuknya warga ke tenda, mengartikan bahwa kegiatan kembul bujono akan dimulai. Kembul bujono dimulai dengan sambutan oleh kepala dusun, ketua pelaksana, serta sesepuh di Dusun Tamanan. Berkaitan dengan sadranan, juga dilakukan pembacaan silsilah tentang mengapa Dusun Tamanan memiliki 3 makam. Kegiatan kemudian ditutup dengan doa dan dilanjutkan ke acara inti kembul bujono yaitu makan bersama. Sesuai dengan maksud dari Nyadran, setelah kembul bujono warga pulang lalu melanjutkan agenda untuk nyekar di makam keluarga masing-masing.
Sadranan merupakan salah satu bentuk pelestarian kebudayaan di Dusun Tamanan yang perlu dijaga dan menjadi tanggung jawab setiap warga. Sebagai kegiatan budaya yang terus diupayakan untuk lestari, Sadranan di Dusun Tamanan diharapkan dapat berkembang dan mampu mendatangkan kerjasama dengan tamu serta dapat dikembangkan sebagai bagian dari paket wisata. Rinto Hakim Pamungkas, selaku Wakil Direktur Lemah Asri berharap untuk bisa menjadikan desa budaya di Bali sebagai contoh baik dalam melestarikan budaya di Dusun Tamanan. Menurutnya, potensi budaya seperti adanya candi dan tradisi yang masih dilestarikan oleh warga bisa menjadi langkah baik untuk menarik wisatawan datang ke Dusun Tamanan (NNT/OBW).