Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman dan kekayaan budaya yang menarik. Hal ini dikarenakan, Indonesia mempunyai keberagaman suku, bahasa daerah, serta adat istiadat yang unik. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2010 Indonesia mempunyai jumlah suku sebanyak 1.340 (Indonesia.Go.Id, 2017). Indonesia, pada tahun 2017 mempunyai jumlah bahasa daerah sebanyak 733 (Putra, 2018). Dengan adanya keberagaman budaya yang dimiliki, tidak terlepas dari desa. Desa dapat dikatakan sebagai pembangunan berkelanjutan apabila melindungi serta menjaga warisan budaya di dalamnya. Warisan budaya yang harus dijaga oleh masyarakat desa salah satunya adalah desa adat.

Desa adat, yang juga dapat disebut nagari atau huta, adalah suatu unit pemerintahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat hukum adat. Penetapan terkait dengan desa adat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.6 Tahun 2014 (Paramita, 2023). Undang-Undang tersebut, menjelaskan syarat yang harus dipenuhi oleh desa adat dan kewenangan desa adat berdasarkan hak asal-usul (Paramita, 2023). Terdapat hal yang menarik dalam desa adat ini, yang mana tanah adat menjadi aset yang paling penting. Tanah adat merupakan tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dahulu (Paramita, 2023). Tanah adat tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkebun, bertani, perumahan, dan sebagainya. Di lain sisi, hingga kini masih saja ditemui tanah adat yang masih belum dimanfaatkan oleh masyarakat seperti hutan belantara. Hutan belantara itulah yang harus dikonservasi oleh desa.

Nah, masyarakat desa adat identik dengan menjauhkan diri terhadap teknologi dan kebudayaan luar. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga kelestarian warisan budaya nenek moyang mereka. Namun, terdapat desa adat yang melestarikan warisan  budaya mereka dengan memanfaatkan teknologi. Desa tersebut adalah Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar.

Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar terletak di daerah Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Sukabumi. Desa ini sangat lekat dengan peninggalan budaya nenek moyang. Masyarakat adat dari desa ini mayoritas hidup dari budidaya padi, yang mana sendi dari kehidupan adat didasari pada kalender siklus padi (Bappeda, 2018). Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan, menurut masyarakat tidak hanya berhenti pada ”leuit” atau bisa dikatakan tempat penyimpanan padi yang bisa ditemui di daerah pedesaan Sunda (Bappeda, 2018). Melainkan berkaitan simbol penghormatan pada Dewi Nyi Pohaci Sanghyang Asri, yang menampakkan dirinya berbentuk padi (Bappeda, 2018).

Menariknya, setiap panen masyarakat Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar menyisihkan hasil panennya sebesar 10% yang nanti disimpan di ”leuit” (Bappeda, 2018). Sehingga, di desa tersebut terdapat padi yang usianya sudah ratusan tahun. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, menjual beras berarti sama dengan menjual kehidupan sendiri (Bappeda, 2018). Masyarakat sekitar percaya bahwa padi merupakan lambang kehidupan (Bappeda, 2018).

Meskipun masyarakat di Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar menjungjung tinggi warisan budaya, mereka tidak menjauhkan diri dengan teknologi. Justru, masyarakat memperkuat budayanya dengan memanfaatkan teknologi dan berkomunikasi dengan budaya luar. Masyarakat desa tersebut mempunyai saluran televisi sendiri yaitu ”CIGA TV” dan saluran radio bernama ”Radio Swara Ciptagelar” (Izzah, 2023). Saluran televisi CIGA TV menayangkan keseharian masyarakat sekitar seperti bertani. Sedangkan, saluran radio berisi berita atau lagu-lagu tradisional Sunda.  Saluran-saluran tersebut digunakan untuk bisa berkomunikasi dan dinikmati oleh masyarakat sekitar. Sehingga, masyarakat bisa memanfaatkan teknologi dan tidak ketinggalan jaman.

Desa adat di Indonesia sangatlah kental dengan warisan budaya nenek moyang. Tidak mengherankaan bahwa masih saja ditemui desa adat yang menolak teknologi. Hal ini berbeda dengan Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar yang memanfaatkan teknologi untuk melestarikan budayanya. Apa yang dilakukan di desa ini dapat menghilangkan premis negatif terkait dengan masyarakat desa adat yang selalu tertutup dengan adanya teknologi. (SN)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda. (2018). Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar. Bappeda Jabar. https://bappeda.jabarprov.go.id/galeri/kampung-gede-kasepuhan-ciptagelar/

Izzah, F. N. (2023). Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Canggih Yang punya stasiun TV. Good News From Indonesia. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/02/01/desa-adat-kasepuhan-ciptagelar

Indonesia.Go.Id. (2017). Suku Bangsa. Laman Resmi Republik Indonesia • Portal Informasi Indonesia. https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa

Paramita, M. (2023). Masterplan Desa. Yayasan Hunian Rakyat Caritra Yogya: Yogyakarta.

Putra, G. D. (2018). Indonesia Kaya Bahasa Daerah . Indonesia baik. id. https://indonesiabaik.id/infografis/indonesia-kaya-bahasa-daerah

Sinaga, T. M. (2021). Tanpa Alergi Teknologi, Kampung Adat Ciptagelar Tetap Teguh Menjaga Tradisi. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/10/12/tanpa-alergi-teknologi-kampung-adat-ciptagelar-tetap-teguh-menjaga-tradisi