Potensi desa wisata seringkali belum tergali secara optimal karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan akses terhadap pasar. Desa wisata berbasis kerakyatan merupakan salah satu cara efektif untuk mengangkat perekonomian desa dengan memanfaatkan potensi lokal dan peran serta masyarakat. Lantas, bagaimana strategi pemasaran yang efektif untuk mempromosikan desa wisata berbasis kerakyatan di era digital?

Merespons permasalahan tersebut, Caritra Indonesia mengadakan “Webinar Masterplan Desa 2024 Seri 4” dengan tema “Desa Wisata Berbasis Kerakyatan”. Webinar ini dilaksanakan pada Jumat, 31 Mei 2024 pukul 14.00 – 15.00 WIB secara online melalui Zoom Meeting dan live langsung di Youtube Official Caritra Indonesia. Pemateri dalam webinar adalah Dr. Destha Titi Raharjana yang merupakan pegiat wisata kerakyatan, peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM, dan juga sebagai mentor Desa Wisata Institute serta dimoderatori oleh Endah Dwi Fardhani. selaku Direktur Caritra Jogja.

Desa wisata berbasis kerakyatan menurut Dr. Destha Titi Raharjana adalah sebuah konsep pembangunan desa yang berfokus pada partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengembangan potensi wisata yang ada di desa. Desa wisata berbasis kerakyatan memiliki beberapa prinsip utama, antara lain:

  1. Desa sebagai daerah otonom
  2. Mampu menjadi desa yang mandiri
  3. Cita-cita tidak berorientasi pada kota
  4. Potensi desa dapat dimanfaatkan
  5. Sektor pariwisata sebagai media

Selain itu, Dr. Destha Titi Raharjana juga menjelaskan bahwa akselerasi pengembangan desa wisata berbasis kerakyatan membutuhkan percepatan yang positif, tidak hanya berfokus pada kuantitas semata, tetapi juga pada kualitas yang mampu dihasilkan dari desa wisata. Penting untuk memastikan bahwa pengembangan dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan agar perkembangan desa wisata sejalan dengan tata ruang pariwisata. Pengembangan ini harus memperhatikan aspek lingkungan, budaya, dan sosial sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Destinasi wisata yang telah berkembang dapat menjadi pusat pertumbuhan baru yang memunculkan desa-desa di sekitarnya sebagai bagian dari ekosistem pariwisata.

Aspirasi masyarakat setempat sangat peting dalam perencanaan pengembangan desa wisata yang berbasis masyarakat. Dalam pengembangan sebuah wisata yang berada di wilayah masyarakat pasti berdampak positif dan negatif, sehingga perlu adanya kesepakatan bersama dengan masyarakat. Oleh sebab itu, pengelolaan desa wisata harus dilakukan dengan baik, mengutamakan partisipasi masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan, serta mengembangkan potensi lokal secara berkelanjutan dan beretika. Dengan begitu, desa wisata dapat tumbuh dan berkembang tanpa mengorbankan nilai-nilai dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Kunci dalam pembangunan desa wisata adalah menempatkan masyarakat sebagai subjek. Belajar menghormati dan mengapresiasi budaya lokal agar nilai-nilai dari luar tidak bertabrakan dengan tradisi setempat. Pariwisata tidak sepenuhnya bagus apabila tidak dikelola dengan baik dan bijak, contohnya dari sisi sosial kultural perlu adanya mitigasi sosial budaya. Hal ini memastikan bahwa pengembangan desa wisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga melindungi dan melestarikan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat setempat.

Kemudian Dr. Destha Titi Raharjana  juga menjelaskan bahwa desa wisata dan wisata desa memiliki pendekatan yang berbeda. Desa wisata mengutamakan pengembangan wisata secara terintegrasi dengan partisipasi aktif masyarakat setempat, berfokus pada pemberdayaan masyarakat lokal serta pelestarian budaya dan lingkungan. Sementara itu, wisata desa lebih berfokus pada kedatangan industri pariwisata untuk menikmati atraksi desa, dengan penekanan pada pengembangan infrastruktur dan promosi destinasi tanpa selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat lokal dan lingkungan.

Perlu adanya inovasi dalam pengembangan desa wisata. Inovasi dalam pengembangan wisata kerakyatan lebih menekankan pada penguatan karakteristik dan identitas asli desa dengan menghadirkan pengalaman autentik yang memperkuat storytelling, legenda, dan mitos wilayah. Setiap wilayah memiliki cerita unik yang dapat meningkatkan daya tarik wisata serta penghargaan terhadap budaya lokal. Oleh karena itu, pengembangan wisata kerakyatan harus bersifat holistik, mengutamakan keaslian dan keberlanjutan, serta memanfaatkan storytelling dan warisan budaya untuk menciptakan pengalaman wisata yang berkesan dan bermakna bagi wisatawan.

Webinar dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Pada sesi ini, Dr. Destha Titi Raharjana menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut.

  1. Apakah ada alternatif lain selain koperasi karena terdapat beberapa sumber yang menjelaskan bahwa koperasi tidak relevan mendukung pembiayaan desa wisata?

Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) penting dalam memberdayakan masyarakat desa yang tidak banyak dan cenderung itu-itu saja, sehingga perlu pemilahan dan pemilihan yang tepat dalam mendukung mereka dengan dana untuk memastikan bahwa sumber daya yang tersedia digunakan secara efektif dan memberikan dampak maksimal. Selain itu, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai lembaga nirlaba berfungsi untuk menggerakkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pariwisata. Dalam operasinya, Pokdarwis mendapat dukungan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) serta Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

  1. Bagaimana integrasi antar lembaga yang ada?

Pariwisata diharapkan dapat mempererat hubungan antar masyarakat, membutuhkan kepemimpinan kuat dan semangat integrasi dari semua pihak. Solidaritas dalam CSR masih perlu ditingkatkan. Keberlanjutan bergantung pada Generasi Milenial dan Gen Z, sehingga perlu ruang bagi mereka untuk berkreasi. Untuk memperoleh APBD dan memanfaatkan TJSL, diperlukan perencanaan cerdas dan masterplan desa yang jelas serta penguatan produk dan sumber daya lokal. Koperasi menjadi sokoguru perekonomian, dengan tata kelola yang baik seperti di Desa Candirejo sebagai contoh, meskipun tidak semua desa wisata mampu membuat neraca keuangan komprehensif.

Sebagai penutup tidak semua desa perlu dijadikan desa wisata, namun kehadiran desa wisata dapat menjadi penopang ekonomi. Keberlanjutan dan kearifan lokal dalam pembangunan harus didasarkan pada kebudayaan setempat. Identitas sebuah desa harus dipertahankan karena melekat pada sejarahnya, sehingga dapat bertahan hingga generasi mendatang. (RBa)