Data yang akurat mengenai kondisi desa dan masyarakatnya merupakan hal yang penting dalam perencanaan pembangunan desa. Sayangnya, belum banyak desa yang memiliki basis data yang baik. Selain itu, data kerap digunakan untuk kepentingan tertentu dalam perencanaan program yang pada kenyataannya tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di masyarakat. Sebagai contoh, dalam program pengentasan kemiskinan, banyak daerah yang mengajukan data jumlah warga miskin di wilayahnya hanya untuk mendukung pelaksanaan program tersebut, tanpa mempertimbangkan validitas atau akurasi datanya. Di sinilah pentingnya upaya validasi data dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan data untuk mengubahnya menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang dapat membantu dalam merumuskan kebijakan yang efektif. Data perlu dikelola untuk menemukan prioritas yang mendesak, mengalokasikan sumber daya dengan bijak, dan mengimplementasikan program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Delapan tahun sejak bergulirnya UU Desa, desa bukan lagi sebagai obyek semata, melainkan menjadi subyek yang dapat menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembangunan secara mandiri. Desa perlu mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat berdasarkan inisiasi masyarakat, hak asal-usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia. Data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan desa pun sungguh luar biasa kaya.

Data monografi desa yang disusun berdasarkan catatan aparat desa juga menjadi acuan yang dikumpulkan oleh berbagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab atasnya. Potensi Desa (Podes) dikelola oleh BPS, Profil Desa/Kelurahan (Prodeskel) dikelola Kementerian Dalam Negeri serta pembaruan data Indeks Desa Membangun (IDM) dikelola Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT). Sebagian besar data berasal dari satu sumber: perangkat desa. Meskipun menurut aturan, catatan desa dalam bentuk monografi harus diperbarui setiap enam bulan, namun dalam praktiknya, pembaruan data sering kali terlambat. Berbagai faktor dan hambatan menjadi penyebabnya. Selain karena kebijakan di beberapa desa yang menganggap bahwa data lapangan lebih relevan daripada data tertulis, juga karena kurangnya pemahaman perangkat desa akan berbagai data statistik dasar.

Dari berbagai data yang tercatat di desa, kelemahan yang menonjol adalah ketidaksetaraan aparat desa dalam mengakses data. Hal ini terutama terkait batasan yang diberlakukan oleh pemerintah desa dalam mengumpulkan data, termasuk konsep, prinsip-prinsip dan prosedur standar yang perlu diikuti. Dari 82.920 desa/kelurahan pada 2014, variasi data yang terkumpul bisa sangat bervariasi. Metode pengklasifikasian, kategorisasi, dan interpretasi konsep sering kali berbeda antar-desa dan pelaporan ke pemerintah pusat sulit dilakukan, meskipun telah ada upaya penyederhanaan format laporan. Hal ini mengakibatkan pembaruan data yang kurang berkala dan potensi kemunduran dalam kualitas data desa.

Pendataan yang akurat membutuhkan mekanisme yang spesifik. Setiap data yang dikumpulkan harus memiliki batasan yang jelas, definisi operasional yang tepat, pendekatan yang konsisten, dan berbagai mekanisme lainnya. Penting bagi perangkat desa untuk memahami bahwa dalam menghitung orang yang dikategorikan sebagai miskin, digunakan suatu teori yang menjelaskan batasan “kemiskinan”. Pemahaman ini harus seragam di seluruh petugas di Indonesia. Tanpa keseragaman ini, setiap wilayah dapat memiliki persepsi sendiri, sehingga antar-wilayah tidak dapat dibandingkan. Metode untuk menyediakan data di tingkat desa, dilakukan melalui sensus, catatan administrasi, dan melibatkan perangkat desa serta tokoh masyarakat sebagai narasumber. Pendekatan yang paling memungkinkan untuk mengumpulkan data desa adalah melibatkan aparat desa dan tokoh masyarakat sebagai narasumber.

Desa Cinta Statistik

Sejalan dengan fokus pemerintah, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2021 juga memberikan perhatian yang sama yaitu melihat desa tidak lagi sebagai obyek pembangunan tetapi sebagai subyek pembangunan. BPS, sebagai lembaga penyedia data dasar statistik, dapat memberikan pelatihan kepada aparat desa hingga tingkat RT/RW. BPS menginisiasi Program Desa Cinta Statistik (Desa Cantik) yang bertujuan untuk membina statistik sektoral di tingkat desa. Dengan memfokuskan pada 100 wilayah desa percontohan, Program Desa Cantik dipilih oleh BPS sebagai langkah yang sesuai untuk memperbarui sistem birokrasi di pedesaan, khususnya dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya data. Untuk memastikan kelancaran implementasi Desa Cantik, BPS menjalin kemitraan dengan Kementerian Pedesaan dan Wilayah Tertinggal serta Transmigrasi, yang memiliki pemahaman mendalam tentang potensi desa-desa di Indonesia.

Lalu apa saja yang menjadi sasaran Desa Cantik?

Sasaran utama dari Program Desa Cantik adalah untuk menciptakan desa yang memiliki data yang akurat yang dapat diolah menjadi informasi statistik melalui partisipasi aparatur desa. Mereka menyusun program statistik, memperbarui dan mengelola data desa. Data mencakup berbagai variabel seperti jumlah penduduk pekerjaan, pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Ini membantu pemerintah desa memahami profil desa, mengevaluasi program, dan merencanakan pembangunan.

Program Desa Cantik dapat memberikan output yang jauh lebih baik yaitu agar desa memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk statistik secara mandiri sebagai informasi penentu dalam proses pembangunan desa di berbagai sektor seperti ekonomi, pendidikan, budaya, dan pariwisata. (EBH)

 

 

Sumber referensi:

BPS Kabupaten Jambi. 2024. Desa dan Dewi yang Cantik Harapan Kesadaran Pembangunan Desa Lewat Data. Diakses dari https://jambi.bps.go.id/news/2022/10/10/345/desa-dan-dewi-yang-cantik–harapan-kesadaran-pembangunan-desa-lewat-data.html pada tanggal 16 April 2024.

Kemitraan.or.id, 2022. Pentingnya Pengelolaan Data sebagai Basis Perumusan Kebijakan Desa. Diakses dari https://kemitraan.or.id/publication/pentingnya-pengelolaan-data-sebagai-basis-perumusan-kebijakan-desa/ pada tanggal 16 April 2024.

OBS. 2023. Menyusun Profil Desa Langkah Awal Kemandirian Desa. Diakses dari https://www.masterplandesa.com/profil-desa/menyusun-profil-desa-langkah-awal-kemandirian-desa/ pada tanggal 4 April 2024

Pradana, 2024. Revolusi Desa di Era 4.0. Diakses dari https://bbppmddtt-jakarta.kemendesa.go.id/berita/2024-03-14/revolusi-desa-di-era-40/index.html pada tanggal 16 April 2024.

Suchaini, U. 2018. Membangun Desa Berangkat dengan Data. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/opini/2018/03/28/membangun-desa-berangkat-dengan-data pada tanggal 3 April 2024.

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa