Kawasan Budaya Karangkitri, bagian dari trilogi poros kebudayaan Kalurahan Panggungharjo, telah dikembangkan menjadi kawasan konservasi dengan tujuan menjaga dan menghormati nilai-nilai kearifan lokal Jawa, terutama dalam bidang konservasi alam seperti tanah, air, dan udara. Konsep konservasi ini mengadopsi praktik budidaya pekarangan yang merupakan tradisi lama di Jawa, yang mencerminkan upaya untuk menggabungkan keberlanjutan alam dengan kearifan lokal. Kawasan Budaya Karangkitri menjadi tempat di mana keempat pilar desa mandiri budaya bekerja sama, dengan gotong royong sebagai prinsip utama. Di dalamnya, hubungan sosial didasarkan pada nilai kekeluargaan, kerjasama ekonomi, dan prinsip ekonomi berbagi, sementara relasi politik dibangun melalui musyawarah.
Meskipun demikian, pengembangan wana kalurahan atau hutan desa di Kawasan Budaya Karangkitri masih terhambat oleh tantangan pemindahan kelompok warga kalurahan dikarenakan adanya konflik kepentingan, baik antara warga yang dipindahkan dan pihak yang bertanggung jawab maupun dengan kelompok-kelompok lain yang terdampak, padahal pemindahan ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Pemerintah kalurahan, dengan bantuan program Kelurahan Mandiri Budaya, menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam merancang konsep konservasi, sedangkan partisipasi masyarakat masih terbatas pada aspek teknis seperti hanya terlibat dalam kegiatan rutin membersihkan sampah atau merawat taman. Partisipasi mereka cenderung terbatas pada tugas-tugas teknis tersebut tanpa terlibat dalam perencanaan strategis atau pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan secara menyeluruh, alias masih pada level penerima informasi atau peserta kegiatan.
Beberapa masyarakat mungkin kurang peduli terhadap lingkungan dan pelestarian alam karena fokus pada kebutuhan ekonomi atau masalah sosial lainnya. Hal ini dapat mengurangi motivasi untuk terlibat dalam upaya konservasi. Pemerintah mungkin kurang mengakui pentingnya peran aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Kurangnya inklusi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan bisa mengurangi rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap kawasan tersebut. Saat ini, manajemen kawasan konservasi belum optimal karena pembagian peran stakeholder yang tidak jelas. Kurangnya keterlibatan ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan stakeholder sekitar tentang konsep konservasi tersebut.
Kendala utama lainnya dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah kurangnya sumber daya finansial yang memadai. Selain itu, terdapat konflik penggunaan lahan dapat muncul antara kepentingan konservasi dan kebutuhan ekonomi lokal, yang dapat mengganggu upaya pemeliharaan lingkungan. Pemerintah daerah mungkin mengalami keterbatasan sumber daya, baik dalam hal anggaran maupun personel, yang menghambat kemampuan mereka untuk aktif terlibat dalam pengembangan kawasan konservasi. Selain itu, kurangnya koordinasi antara berbagai instansi pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan kawasan konservasi mengakibatkan ketidakjelasan dalam tanggung jawab dan kurangnya sinergi dalam upaya pelestarian. Untuk mengoptimalkan pembangunan dan pengembangan di kawasan ini, diperlukan kolaborasi stakeholder agar konsep konservasi dapat diimplementasikan sesuai dengan tata ruang wilayahnya.
Kolaborasi stakeholder yang terjadi di Kawasan Budaya Karangkitri Kalurahan Panggungharjo, Yogyakarta, melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan dan peran yang berbeda dalam pengembangan dan pelestarian kawasan tersebut. Ada beberapa kolaborasi stakeholder yang bisa dikembangkan di Kawasan Budaya Karangkitri. Yang pertama adalah dari Pemerintah daerah di tingkat kabupaten atau provinsi. Pemerintah daerah dapat menjadi salah satu stakeholder utama yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan ini. Mereka bertanggung jawab atas pengaturan perizinan, pengawasan, serta penyediaan sumber daya dan infrastruktur yang diperlukan. Penduduk lokal atau masyarakat sekitar kawasan juga merupakan anggota penting dalam kolaborasi. Mereka memiliki pengetahuan lokal yang berharga tentang sejarah, budaya, dan lingkungan kawasan tersebut. Masyarakat dapat berperan dalam pelestarian warisan budaya dan lingkungan alam.
Pelaku usaha yang beroperasi di sekitar Kawasan Budaya Karangkitri juga dapat menjadi pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Mereka dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi lokal, promosi pariwisata, serta perluasan dampak positif bagi masyarakat setempat. Komunitas budaya dan seni, termasuk seniman, peneliti budaya, dan pelestari warisan budaya, dapat berkolaborasi dalam upaya memperkaya dan melestarikan aspek-aspek budaya yang ada di Kawasan Budaya Karangkitri. Mereka dapat mengadakan acara seni, pameran, atau workshop untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kekayaan budaya lokal. Organisasi non-pemerintah yang fokus pada pelestarian lingkungan, pelestarian warisan budaya, atau pembangunan berkelanjutan juga dapat menjadi stakeholder yang berperan dalam kolaborasi. Mereka dapat memberikan dukungan teknis, advokasi, atau sumber daya lainnya untuk mendukung upaya pelestarian dan pengembangan kawasan.
Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya juga dapat terlibat dalam kolaborasi sebagai penyedia pengetahuan, riset, dan inovasi untuk mendukung pengembangan Kawasan Budaya Karangkitri. Mereka dapat melakukan penelitian tentang aspek-aspek budaya, lingkungan, atau sosial ekonomi kawasan, serta mengembangkan program pendidikan dan pelatihan untuk masyarakat lokal. Kolaborasi antara berbagai stakeholder ini dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti forum diskusi, pertemuan rutin, proyek bersama, atau program kemitraan. Dengan kolaborasi yang kuat dan sinergis, Kawasan Budaya Karangkitri dapat dikembangkan dan dilestarikan secara berkelanjutan untuk manfaat bersama bagi masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya.
Referensi:
Junaedi (2023). Kawasan Budaya Karangkitri sebagai Destinasi Wisata. Diakses pada tanggal 29 Maret 2024 https://www.panggungharjo.desa.id/kawasan-budaya-karangkitri-sebagai-destinasi-wisata/
Junaedi (2023). Segoro Lampah. Diakses pada tanggal 29 Maret 2024 https://www.panggungharjo.desa.id/segoro-lampah/
Masterplan Desa (2023). Konsep dan Implementasi Kawasan Taman Budaya Karangkitri. Diakses pada tanggal 29 Maret 2024 https://www.masterplandesa.com/branding-desa/konsep-dan-implementasi-kawasan-taman-budaya-karangkitri/