Sedari pertama kali mendapati sesuap nasi, apakah kita terpikirkan mengapa sumber karbohidrat ini menjadi pilihan sebagai besar warga Indonesia ketimbang singkong, sagu, maupun jagung misalnya? Data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada tahun 2021, baik singkong, ubi, sagu, menjadi tiga konsumsi pokok terbanyak walau hanya mengalami sedikit peningkatan konsumsinya dari tahun ketahun (databooks.katadata.co.id).

 

databoks.katadata.co.id

Konsumsi nasi mencapai 6,7 kilogram per orang per bulan, badan pangan Indonesia mencatat terdapat 77 jenis pangan lokal sumber karbohidrat yang dapat menggantikan konsumsi nasi (badanpangan.go.id, 2021). Dengan luas sekitar 7 persen dari total wilayah Indonesia, Pulau Jawa yang dihuni oleh 151,6 juta jiwa atau 56,10 persen penduduk Indonesia masih menjadikan beras sebagai makanan pokok (Setkab.go.id, 2021).

 

 

Beras Menimbulkan Kelas Sosial Baru?

Bermula dari revolusi hijau hingga kebijakan pemerintah era orde baru, Indonesia dibayang-bayangi oleh kesuksesan pencapaian program swasembada beras. Walau tidak berlangsung lama (1984-1994), tidak dipungkiri program tersebut memberi efek domino pada stigma masyarakat yang mengarah pada ‘glorifikasi’ nasi untuk menjadi makanan paling layak untuk dimakan. Program diversifikasi pangan tersebut memang dimulai semenjak lebih dari 60 tahun lalu namun implementasi dan hasil dari kebijakan ini mengalami pasang surut (Wijayati, P. D., & Suryana, A., 2019). Pemerintah dinilai kurang memahami proses dan seluk beluk produksi beras, sehingga beberapa regulasi nampak tidak sesuai sehingga menciptakan ketidakseimbangan antara kelompok tani kecil dan besar juga pola konsumtif yang mengarah segregasi pada masyarakat (Isnawati, D., Lestari, W., & Jati, A. I., 2022).

Dapat dipahami bahwa program “nasionalisasi beras” justru menimbulkan polekmik. Selain karena ‘penawaran’ yang lebih sedikit daripada ‘permintaan’ yang ada, tidak semua daerah di Indonesia mudah untuk ditanami padi. Sebut saja daerah IKN yang gagal dijadikan lumbung pangan padi di Pulau Kalimantan (www.masterplandesa.com). Belum lagi, temuan Rachman, H. P., & Suryani, E. (2008) misalnya, mereka mendapati bahwa diversifikasi pola konsumsi pangan pokok yang bertumpu pada pangan lokal (beras, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar) di perdesaan hanya terjadi pada kelompok pendapatan rendah, sedangkan kelompok pendapatan tinggi justru mengarah pada pola tunggal beras dan terigu.

Makanan Kita dari Desa

 

(Joka, U. & Septiadi, D., 2019)

Produksi beras terbesar terpusat di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dengan tingkat kontribusi produksi pada tahun 2015 sebanyak 52 persen dari total produksi nasional berada dari 3 Provinsi di Pulau Jawa (BPS, 2016). Walau demikian, Indonesia masih menjadi negara importir beras karena produksi beras nasional belum mencukupi kebutuhan konsumsi beras  dalam negeri. Situasi tersebut disebabkan karena para petani masih menggunakan teknik-teknik pertanian yang tidak optimal dengan persoalan lain yang harus dihadapi, yaitu sebagai pihak pengonsumsi beras per kapita terbesar di dunia dengan nilai sekitar 114.6 kg per kapita (Joka, U. & Septiadi, D., 2019). Terlebih, harga beras dipasaran juga diprediksi akan terus naik (Karbala, S. & Ali, I., 2023).

Dari sekian banyak pilihan yang tersedia, beras tetap terpilih menjadi makanan pokok warga Indonesia. Selama ini, persediaan makanan warga Indonesia didapat dari impor dan produk lokal dari desa-desa yang ada di Indonesia. Dalam menghadapi situasi tersebut, banyak alternatif yang dapat kita lakukan, seperti; lebih bijak dalam makan, tidak membuang nasi yang termasak, atau dapat memilh sumber alternatif karbohidrat lain yang tersedia disekitar kita dan mudah untuk dibudidayakan tanpa harus membutuhkan distribusi air yang besar.

 

 

Referensi

https://databoks.katadata.co.id/layanan-konsumen-kesehatan/statistik/98c49ed5b10c971/konsumsi-sumber-karbohidrat-di-indonesia-peneliti-ingatkan-dampak-dominasi-nasi

https://www.masterplandesa.com/desa-mandiri-pangan/food-estate-gagal-karena-tak-libatkan-masyarakat/

https://setkab.go.id/hasil-sensus-penduduk-2020-bps-meski-lambat-ada-pergeseran-penduduk-antarpulau/)

Karbala, S., & Ali, I. (2023). Memprediksi Harga Beras Eceran Menggunakan Algoritma Regresi Linier. JATI (Jurnal Mahasiswa Teknik Informatika), 7(3), 1554-1559.

Isnawati, D., Lestari, W., & Jati, A. I. (2022). Analisis permintaan bahan pokok beras pada saat pandemi Covid-19 di Indonesia. Nomicpedia: Journal of Economics and Business Innovation, 2(1), 83-92.

Rachman, H. P., & Suryani, E. (2008). Perubahan pola konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan. Jurnal Pangan, 17(3), 13-25

Septiadi, D., & Joka, U. (2019). Analisis respon dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras Indonesia. Agrimor, 4(3), 42-44.

Wijayati, P. D., & Suryana, A. (2019). Permintaan pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, 17(1), 13-26