Indonesia dijuluki negara agraris karena lahan pertanian yang luas dan subur, namun sayangnya ketahanan pangan Indonesia masih lemah. Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), tahun 2022 indeks ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 63 global dengan nilai indeks 60,2 di bawah rata-rata global sebesar 62,2 dan rata-rata Asia Pasifik sebesar 63,4 (Putri, 2023). GFSI menilai harga pangan di Indonesia cukup terjangkau terlihat dari skornya 81,4, di atas rata-rata Asia Pasifik sebesar 73,4. Namun, ketersediaan pasokan pangan Indonesia dinilai kurang baik dengan skor 50,9, kualitas nutrisi hanya mendapat skor 56,2, sedangkan keberlanjutan dan adaptasi skornya 46,3 (Putri, 2023). Pada tiga indikator ini, ketahanan Indonesia dinilai lebih buruk dibanding rata-rata di Asia Pasifik. Dari permasalahan tersebut, terdapat leuit yang menjadi wujud ketahanan pangan Suku Baduy di Provinsi Banten.

Leuit merupakan tempat menyimpan hasil panen Suku Baduy yang berbentuk rumah panggung berukuran kecil, berdinding anyaman bambu, dan beratap daun rumbia. Bentuk leuit antara Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar relatif sama. Leuit Suku Baduy Dalam dikenal dengan leuit lenggang dan Suku Baduy Luar dikenal sebagai leuit gugudangan. Leuit mempunyai beragam ukuran, tergantung dari panen padi pemiliknya. Umumnya berukuran tinggi sekitar 3,5 meter, panjang 4 meter, dan lebar 2,5 meter dengan pintu terletak di bagian atas menyerupai jendela (Sinaga, 2024).

leuit di perkampungan Baduy Luar, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Sumber: www.kompas.id

Kapasitas leuit dapat menyimpan panen padi huma mencapai 1.000 ikat atau berkisar 2,5-3 ton (Sinaga, 2024). Leuit dirancang khusus untuk menyimpan padi huma, dan bangunannya dapat bertahan hingga 50-100 tahun (Ningrum, 2023). Padi huma ditanam di ladang tadah hujan tanpa pupuk kimia dan dipanen setelah 6 bulan. Padi yang disimpan dalam leuit berperan sebagai persediaan makanan dan tidak boleh dijual. Beras dari padi leuit biasanya digunakan pada saat hajatan dan acara adat serta digunakan pada saat tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga Baduy menjual hasil panen palawija, buah-buahan, dan gula aren.

Leuit diletakkan di luar batas kampung untuk menghindari jika terjadi bencana kebakaran. Selain itu, leuit mencerminkan kehidupan seorang kepala keluarga yang telah mapan membangun rumah tangga. Semakin banyak leuit, artinya semakin makmur pemiliknya. Leuit tidak hanya sekedar menyimpan hasil panen dan lambang kemakmuran Suku Baduy, melainkan juga menjadi simbol ketahanan pangan Suku Baduy (Sinaga, 2024).

Eksistensi leuit yang terus terjaga melalui peran dan fungsinya sebagai ‘rumah padi’ menunjukkan kekokohan dan keberlanjutan adat istiadat Suku Baduy hingga saat ini. Masyarakat Suku Baduy dapat menjadi contoh dalam manajemen persediaan makanan untuk kelangsungan hidup. Metode yang telah terbukti berhasil selama puluhan tahun ini sederhana namun efektif dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan sepanjang masa. (RBa)

 

 

 

Referensi

Ningrum, K. E. (2023, Oktober 12). Mahasiswa UGM Teliti Lumbung Padi Tahan Simpan 100 Tahun. Diakses 7, Mei 2024, dari  ugm.ac.id: https://ugm.ac.id/id/berita/mahasiswa-ugm-teliti-lumbung-padi-tahan-simpan-100-tahun/

Putri, A. M. (2023, Januari 26). Soal Ketahanan Pangan, Indonesia Berada di Urutan 69 Dunia! Diakses 7, Mei 2024, dari www.cnbcindonesia.com: https://www.cnbcindonesia.com/research/20230126081433-128-408319/soal-ketahanan-pangan-indonesia-berada-di-urutan-69-dunia

Sinaga, T. M. (2024, Februari 20). ”Leuit”, dari Simbol Ketahanan Pangan hingga Lambang Kemakmuran Suku Baduy. Diakses 7, Mei 2024, dari www.kompas.id: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/02/20/leuit-dari-simbol-ketahanan-pangan-hingga-lambang-kemakmuran-suku-baduy