Sampah merupakan salah satu permasalahan global yang hingga saat ini belum terpecahkan. Timbunan sampah yang secara terus menerus tidak terkontrol jumlahnya mengakibatkan banyaknya kerugian yang terjadi. Seringnya orang-orang membuang sampah sembarangan serta belum adanya kesadaran akan pentingnya mengurangi sampah masih cukup rendah. Ditargetkan pada tahun 2025 pengelolaan sampah 100% akan dilakukan dimulai dari kawasan permukiman. Melihat sampah yang terus bertambah menjadikan para stakeholder dan masyarakat harus memutar otak untuk mencari jalan keluar atau alternatif dari tingginya pertumbuhan sampah di dunia.

 

Di Indonesia sendiri kita mengenal bank sampah, salah satu inovasi dimana bank tersebut mengumpulkan sampah yang ada di lingkungan dan coba berkreasi untuk mengubah sampah tersebut menjadi lebih bernilai. Sampah bukan hanya sekedar sampah, melalui bank sampah tersebut banyak hal yang dapat dilakukan dan dihasilkan dari sampah yang ada.

 

Perlu adanya kelembagaan yang lebih jelas untuk menjaga keberlangsungan kegiatan dalam pengelolaan persampahan. Contohnya saja di tingkat desa sekarang ada BUMDES berdasarkan UUCK, sedangkan di tingkat kota hingga kelurahan belum ada lembaga sejenis. Jika tidak ada pengaruh dari pemerintah dan dinas terkait maka bank sampah tidak akan berpengaruh dalam pengurangan timbunan sampah. Di Samarinda, ada yang disebut dengan Kampung Salai atau Kampung Sampah Bernilai yang merupakan hasil  inovasi dari DLHK Kota Samarinda sebagai inovasi dari pemerintah sebagai tindak lanjut kebijakan walikota yang menghapuskan TPS terdekat yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat. Masyarakat hanya dapat menemuinya dibeberapa titik saja, harapannya masyarakat dapat lebih sadar bahwa sampah itu jangan hanya sekedar kumpul, angkut dan buang, melainkan dapat dikelola sendiri dan hasilnya pun dapat dimanfaatkan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Di Kampung Salai ini telah dikembangkan proses industrialiasi dalam pengolahan sampah. Mulai dari bank sampah dan produk lain yang dihasilkan. Namun permasalahan lain yang muncul saat ini adalah bagaimana agar industrialisasi pengelolaan sampah baik itu bank sampah dan lain-lain dapat tetap berlanjut dan menghasilkan bagi para pengepul. Hal ini sering menjadi keraguan bagi masyarakat untuk tidak memiliki keberanian dalam memulai kegiatan industrialisasi sampah ini. Oleh karenanya perlu adanya perhatian khusus lintas sektor untuk menjaga dan memberikan nilai pada kegiatan ini.

 

Sampah itu hasil keniscayaan, tidak ada suatu hal dalam kehidupan ini tidak menghasilkan sampah. Kuantitas sampah yang sudah berlebihan butuh adanya pengelolaan. Dimasa pandemi COVID 19 saat ini,  hal ini dapat menjadi alternatif untuk mendapatkan keuntungan.  Tapi perlu diingat bahwa sampah tidak bisa dijadikan bisnis murni. Salah satu filosofi cara memanajamen sampah, barang ini tidak pernah habis tapi bagaimana cara kita menyeleksi sesuai kebutuhan. Sampah bukan uang, tapi sampah bisa menghasilkan uang apabila kita bisa mengelola sampah dengan bijak, dengan mengelola sampah, lingkungan akan bersih  dan lebih tenang serta dapat menarik wisatawan.

 

Teknologi industri daur ulang tergantung pada industri di hilirnya, sampah di Kalimantan sebagian besar dibawa ke Jawa untuk diolah. Dengan adanya intervensi maka di Kalimantan akan digali data terkait kemungkinan dibangunnya pabrik pengolahan sampah di Kalimantan. Dengan bantuan dari dana dari APBD, dan perlu ada regulasi yang kuat agar pengelolaan bank sampah tidak tergerus dengan keinginan pihak-pihak tertentu. Dan juga memperhatikan kesejahteraan pengelolaan agar semangat pengurangan sampah masih terjaga.

 

Dalam pengolahan sampah, banyak alternatif yang saat ini dilakukan dan juga sebagai sumber kegiatan lain dalam mencari keuntungan. Salah satunya adalah dengan adanya budidaya magot, magot merupakan jenis lalat yang salah satu siklus hidupnya berupa larva yang bisa dimanfaatkan mengkonversi larva sebagai makannya. Siklus hidup magot 45 hari dimulai dari telur larva pupa lalat muda hingga lalat dewasa hingga bertelur. Pada masa fase larva kurang lebih 18 minggu, kemampuan menyerap sampah sangat  luar biasa, pemrosesan jadi lebih cepat dibandingkan dengan membuat kompos secara manual.

 

Output yang dapat diperoleh dari budidaya magot ada 2, yaitu

  1. Magot itu sendiri jadi pakan ternak
  2. Kotoran magot sisa hasil penyerapan makanan bisa dijadikan kompos (disebut juga kasgot) dengan protein tinggi, ketika pengaplikasian dengan tanaman kita bisa campurkan dengan tanah biasa, perbandingan 2:1. kalau tidak dicampurkan, tanaman bisa mati dikarenakan sisa magot cukup panas

 

Dalam kegiatan pengolahan hasil sampah, sangat dibutuhkan peran OPD lain dalam mewujudkan konsep ini. Di kota Samarinda sendiri ada program pendampingan berjenjang, sudah ada pembagian tugas dan wewenang serta sudah ada alokasi penggunaan pendanaan antara dinas, kecamatan, kelurahan, RT dan tingkat lebih rendah dan peran serta masing-masing, sehingga dana2 utk pengelolaan lingkungan bisa lebih tepat sasaran.

 

Sampah dari sudut pandang bisnis daur ulang pengelolaan dapat berupa hal yang luar biasa dengan omset ratusan juta. Namun masih banyak keresahan pengepul atau pengumpul sampah cukup banyak, salah satunya belum adanya ketetapan terkait harga yang sama dalam bank sampah antar wilayah. Contohnya saja pada botol air mineral yang biasa diperjualbelikan, ada perbedaan harga antara botol yang memiliki dasar bening dengan botol dengan dasar berwarna biru. Pada botol bening harga lebih mahal.

 

Peran intervensi sangat dibutuhkan untuk melancarkan program ini. Intervensi secara mandiri dapat dilakukan pengelolaan sampah yang mana intervensi ini lebih menekankan pada kesadaran kolektif. Selain itu, perlu pula menyadarkan masyarakat agar tidak buang sampah sembarangan. Dalam hal ini dapat berupa peraturan dan kebijakan tentang penanganan sampah, permasalahannya adalah kurangnya dalam penegakan hukum. Ada contoh unik dan sederhana di Kampung Klintung Malang, Pak RW hanya bermodalkan stempel RW untuk memaksa para warga untuk mengelola kebersihan lingkungan. Hal ini merupakan salah satu kearifan lokal yang terjadi, sistem top down dan sanksi sosial masih cukup efektif dilakukan. Peraturan selevel desa mungkin lebih efektif dalam memberikan sanksi dan pengawasannya, sehingga akan jauh lebih mudah dalam melakukan intervensi. Di Sempaja Timur di Kota Samarinda ada bank sampah kejujuran, dimana masyarakat menimbang dan mencatat sendiri sampah yang dilaporkan. Hal ini bisa membantu dalam membangun karakter, baik itu karakter kejujuran maupun peduli lingkungan, Membangun karakter butuh waktu, proses dan ketauladanan.

 

Oleh karenanya, mari kita mulai lebih peduli terhadap sampah sedini mungkin, mengelola sampah lebih dari sekedar lingkungan dan kesehatan tapi juga sebagai ujian bagi kita makhluk yang beriman kepada tuhan. Kesadaran kolektif harus ditingkatkan, kolaborasi transdisiplin ilmu harus diterapkan agar investasi di persampahan bukan hanya dalam jangka pendek namun untuk investasi jangka panjang baik di perdesaan maupun perkotaan.