Kota Banjarmasin, dikenal dengan julukan “Kota Seribu Sungai” karena Kota Banjarmasin memiliki kekayaan alam yang luar biasa berkat jaringan sungai yang mengalir membelah wilayahnya. Terdapat sekitar 102 jaringan sungai yang membelah Kota Banjarmasin. Konsep pengembangan desa wisata air diterapkan sebagai solusi yang menarik untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah ini. Desa wisata air tidak hanya menawarkan pengalaman liburan yang menarik bagi wisatawan, tetapi juga memberikan peluang ekonomi yang besar bagi masyarakat setempat. Terinspirasi dari konsep bermukim masyarakat yang hidup di bantaran sungai, rumah lanting dapat dikembangkan menjadi objek wisata air di Kota Banjarmasin.
Kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin terikat erat dengan sungai. Bukan hanya menjadi jalur vital penghubung, sungai juga menjadi sumber air minum, kebutuhan dapur, fasilitas sanitasi, bahkan tempat tinggal. Konsep bermukim masyarakat yang tinggal di sekitar sungai dengan rumah adat lanting mencerminkan adaptasi kreatif manusia terhadap lingkungan sungai, menjadikannya ciri khas sebuah kota yang disebut sebagai Kota Seribu Sungai. Menyuguhkan keunikannya, rumah lanting yang mengambang di atas air, memperkaya panorama sungai di Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu fungsi lain dari rumah lanting adalah sebagai penahan laju dari air sungai yang dapat mengakibatkan erosi pada tanah. Sebagai warisan budaya yang tak lekang oleh waktu, rumah terapung ini tetap mempertahankan keaslian fisiknya dengan konstruksi kayu dan fondasi dari batang kayu gelondongan. Rumah lanting tidak sekadar sebuah warisan peradaban di Provinsi Kalimantan Selatan, melainkan juga merupakan simbol identitas Suku Banjar. Kehilangan rumah lanting berarti kehilangan sebagian besar identitas budaya Suku Banjar. Selain sebagai tempat tinggal, rumah lanting juga berperan dalam mendukung aktivitas ekonomi, menjadi tempat transaksi jual beli yang vital bagi masyarakat.
Meskipun menjadi simbol penting dari identitas budaya Suku Banjar, banyak rumah lanting yang terancam punah karena berbagai faktor seperti urbanisasi, kerusakan lingkungan, dan perubahan gaya hidup masyarakat. Upaya pelestarian dan revitalisasi rumah lanting menjadi isu yang penting untuk mempertahankan warisan budaya bagi generasi mendatang. Pada mulanya, rumah lanting dijadikan tempat tinggal oleh pedagang tepi sungai yang berdagang dan bertransaksi di pasar terapung. Seiring dengan perkembangan pusat perdagangan di tepi sungai, banyak orang memilih membangun rumah lanting sebagai bentuk adaptasi unik terhadap lingkungan alam yang mengelilingi mereka. Hal ini memberikan Kota Banjarmasin identitas yang khas, dengan jajaran rumah terapung yang memikat di sepanjang sungai. Dari jauh, siluet unik rumah-rumah tersebut menandai kehidupan sehari-hari yang terjalin erat dengan sungai, menciptakan panorama yang memikat dan menarik minat para pengunjung, serta memberi kebanggaan bagi penduduk setempat sehingga potensial dikembangkan menjadi objek wisata air.
Pada tahun 2013, laporan dari Dinas Tata Ruang, Cipta Karya, dan Perumahan Kota Banjarmasin mengungkap fakta yang memprihatinkan: hanya tersisa sekitar 53 rumah lanting di seluruh wilayah Kota Banjarmasin. Angka itu semakin menyusut pada tahun 2016 karena pembangunan siring di Sungai Martapura memaksa pembebasan lahan, mengancam eksistensi rumah-rumah tradisional tersebut. Pertumbuhan infrastruktur darat yang merajalela menjadi alasan kuat di balik pergeseran basis perumahan dari sungai ke daratan. Tentunya hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri, mengingat rumah lanting merupakan ciri khas dan identitas dari Kota Seribu Sungai yang memiliki segudang manfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Adanya PERWALI Kota Banjarmasin Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Wisata Berbasis Sungai, memaparkan bahwa rumah lanting merupakan salah satu dari 18 titik pengembangan wisata di zona utara Kota Banjarmasin. Adanya kebijakan tersebut menjadi angin segar dan harapan bahwa rumah lanting akan terus dilestarikan dan dikembangkan. Peraturan ini berisi bahwa rumah lanting perlu dilestarikan untuk tujuan pembinaan pariwisata berbasis sungai di Kota Banjarmasin. (ASN)
References
Arsitektur Rumah Lanting. (2019, November). Warisan Budaya Tak Benda. Retrieved April 17, 2024, from https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1360
Dinas Sumber Daya Air dan Drainase Kota Banjarmasin. (2015, December 9). BPS Kota Banjarmasin. BPS Kota Banjarmasin. Retrieved April 17, 2024, from https://banjarmasinkota.bps.go.id/statictable/2015/12/09/487/daftar-nama-sungai-di-kota-banjarmasin-beserta-data-panjang-dan-lebarnya-2014.html
Afdholy, A. R. (2017). Rumah Lanting Arsitektur Vernakular Suku Banjar Yang Mulai Punah. Local Wisdom: Jurnal Ilmiah Kajian Kearifan Lokal, 9(1), 103–117.
Utami, Nurul. (2014). KEEKSISTENSIAN RUMAH LANTING DI KAWASAN PINGGIRAN SUNGAI MARTAPURA – KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN.
Sofiyani, W. I., Mansyur, M., & Effendi, R. (2023). Perkembangan Rumah Lanting di Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin Tahun 2015-2020. Prabayaksa: Journal of History Education, 3(2), 86-94.