Kabupaten Wakatobi yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi bahari yang melimpah dan ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Prioritas atau 10 “Bali Baru” yang dikembangkan pemerintah. Potensi bahari yang ditawarkan oleh Kabupaten Wakatobi adalah perikanan dan pariwisata. Terdapat pula potensi budaya dari masyarakat Kabupaten Wakatobi juga turut menjadikan kawasan ini istimewa. Namun, di samping potensi yang luar biasa tersebut, Wakatobi juga memiliki potensi bencana berupa gelombang ekstrim dan abrasi. Lalu, bagaimana mitigasi bencana yang telah dilakukan?

Potensi Alam dan Budaya Wakatobi

Berdasarkan data BPS, produksi perikanan tangkap di Kabupaten Wakatobi tahun 2023 mencapai 22.846 ton. Sedangkan, nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Wakatobi tahun 2023 mencapai angka Rp 459,24 M. Tak heran bila mayoritas masyarakat di Kabupaten Wakatobi berprofesi sebagai nelayan. Nelayan di Kabupaten Wakatobi sendiri tercatat sebanyak 6.380 orang yang terkumpul dalam 1.077 kelompok. Nelayan ini didukung oleh 2.481 unit armada tangkap berupa kapal dengan kapasitas 5-0 gross ton (GT) dan 1.333 perahu tanpa motor. Sentra nelayan di Kabupaten Wakatobi antara lain terdapat di Desa Wanci dan Desa Sombu, Kecamatan Wangi-wangi serta Desa Numana dan Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Wakatobi cukup berkembang, terutama budidaya rumput laut dan ikan kerapu dalam keramba. Selain nelayan penangkap ikan, terdapat pembudidaya hasil laut sebanyak 937 orang yang terbagi dalam 261 kelompok. Masyarakat juga mengolah beberapa bentuk ikan seperti ikan asap atau ikan kering. Kegiatan ini bisa dijumpai di daerah Tomia, Mola Selatan, dan beberapa tempat lain.

Selain potensi ikan yang melimpah, terdapat potensi wisata bahari yang tak kalah menakjubkan. Wakatobi tepat berada di jantung segitiga terumbu karang dunia atau coral triangle, sehingga menjadikannya memiliki keanekaragaman terumbu karang. Sedikitnya terdapat sembilan jenis sumber daya hayati penting di kawasan Wakatobi, di antaranya adalah Karang Perairan Wakatobi. Di perairan ini tercatat 396 spesies karang yang terdiri dari 31 spesies karang fungi, 10 spesies karang keras non seleracinia atau hermatypic, 28 jenis karang lunak, dan sisanya karang Scleractinia hermatypic. Luas terumbu karang di Wakatobi diperkirakan sekitar 54.500 Ha yang terdiri dari empat tipe komunitas ekologi yaitu terumbu karang tepi, penghalang, cincin, dan gosling karang. Di kawasan ini terdapat Karang Kaledupa yang merupakan karang atol terpanjang di Asia Pasifik dengan panjang kurang lebih 49,26 km dan lebar 9,75 km.

Keberagaman budaya yang dimiliki oleh masyarakat Wakatobi yang unik turut menarik perhatian masyarakat luar. Masyarakat di Kecamatan Wangi-wangi terkenal dengan berbagai tarian khas, seperti tari Angigall dan Duata. Kedua tarian tersebut merupakan bagian dari proses ritual Duata. Ritual Duata sendiri merupakan puncak dari segala usaha penyembuhan atau pengobatan yang dilaksanakan ketika salah satu anggota keluarga mengalami penyakit parah dan tidak kunjung sembuh melalui berbagai metode pengobatan, termasuk perawatan medis. Oleh karena itu, dalam situasi seperti ini, masyarakat melibatkan diri dalam ritual Duata sebagai solusi terakhir untuk mencari penyembuhan dan harapan kesembuhan bagi anggota keluarga yang sedang mengalami kesulitan kesehatan.

Potensi Bencana Wakatobi

Di samping keberagaman potensi yang melimpah, terdapat pula ancaman yang mengintai masyarakat pesisir di sana yaitu bencana. Berdasarkan dokumen KRB Provinsi Sulawesi Tenggara 2022-2026, Kabupaten Wakatobi memiliki potensi bahaya gelombang ekstrim dan abrasi. Gelombang ekstrim adalah fenomena gelombang tinggi yang terjadi karena adanya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia. Meskipun siklon tropis tidak melewati Indonesia, keberadaannya dapat menyebabkan angin kencang, gelombang tinggi, dan hujan deras yang berpotensi membawa dampak buruk sebagai bencana alam. Sementara abrasi, di sisi lain, adalah proses perusakan garis pantai yang disebabkan oleh erosi pantai yang terjadi akibat tenaga gelombang laut dan arus laut. Terlepas dari adanya faktor alami, faktor manusia sering diidentifikasi sebagai penyebab utama dari abrasi karena aktivitas yang mengganggu keseimbangan alam di pantai tersebut. (BNPB, Definisi dan Jenis bencana, (http://www.bnpb.go.id)).

 

Grafik Potensi Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sumber: Hasil Analisis, 2021

Potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara dianalisis berdasarkan rentang wilayah yang rentan terhadap jenis bencana. Total luas bahaya dihitung dengan mengumpulkan luas wilayah yang terdampak dari seluruh kabupaten/kota. Kabupaten Wakatobi ditetapkan dengan menjadi kelas tertinggi dari seluruh wilayah yang terkena dampak bencana gelombang ekstrim dan abrasi. Grafik tersebut memperlihatkan penyebaran luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Kabupaten Wakatobi  sebesar 4.834 Ha.

Perlunya Mitigasi Bencana

Kerentanan Kabupaten Wakatobi terhadap bencana mendorong pemerintah setempat untuk melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana. Pada tahun 2021, Badan Keamanan Nasional (BKN) dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi melakukan penanaman mangrove di Kecamatan Kaledupa sebagai salah satu upaya mitigasi. Selain itu, program sosialisasi dini juga digelar melalui sekolah-sekolah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya persiapan dalam menghadapi bencana. Dukungan dari lembaga akademis, seperti perguruan tinggi, juga menjadi bagian penting dalam memberikan edukasi yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan keterlibatan semua pihak, diharapkan langkah-langkah ini dapat membantu melindungi dan mempersiapkan masyarakat Wakatobi dalam menghadapi tantangan masa depan yang tidak terduga.

Kata Kunci: Mitigasi, Wakatobi, Bencana

 

 

 

Sumber :

Tondi, L., & Ahmad. (2015). Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kabupaten Wakatobi. JEP (Jurnal Ekonomi Pembangunan) FE-UNHALUXVI, 34–44.

Ruslaini. 2016. Kajian Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria Verrucosa) di Tambak dengan Metode Vertikultur. Octopus: Jurnal Ilmu Perikanan. 5(2): 522-527

BPS Kabupaten Wakatobi . (2021, Desember 31). Pendataan Potensi Desa Tahun 2021. Diakses  31, Januari 2024, dari wakatobikab.bps.go.id:https://wakatobikab.bps.go.id/news/2021/06/01/194/pendataan-potensi-desa-tahun-2021.html

Kompas. (2023, September 25). Potensi Perikanan di Wakatobi Masih Menjanjikan. Diakses 31, Januari 2024, dari terumbukarang.kompas.id: https://terumbukarang.kompas.id/baca/2017/12/06/potensi-perikanan-di-wakatobi-masih-menjanjikan/

Mastu, L.O.K., Hasan, R., Handayani, M., Anita., Padu, L. 2022. Analisis Faktor-faktor Produksi dalam Perikanan Pukat Ikan pada Nelayan Bajo Mola Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Jurnal Multidisipliner Kapalamada. Vol 1(1): 127-136

Nurhaliza, W. O. S., & Suciati, N. T. (2019). Potret Sosial Budaya Masyarakat Suku Bajo Sampela di Kabupaten Wakatobi. Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran Dan Penelitian5(2), 341-356.

Zainal, Burhan Ali. (2021). Musik Iringan Tari Angigall dalam Prosesi Ritual Prosesi Duata Suku Bajo Mola Kabupaten Wakatobi. Universitas Negeri Makassar. http://eprints.unm.ac.id/20247/1/Artikel%20Zainal%281%29-dikonversi.pdf