Berdasarkan hasil dari Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018, Indonesia memiliki setidaknya 1.734 desa/kelurahan yang masuk dalam kategori Desa Wisata. 49,42% di antaranya berada di Pulau Jawa-Bali. Hal ini menjadikan potensi desa wisata tidak hanya menjadi akselerator perekonomian desa, namun juga membangkitkan perekonomian wilayah. Terdapat beragam jenis desa wisata, antara lain desa wisata berbasis alam, berbasis budaya, desa wisata bahari, dan lainnya termasuk desa agrowisata. Namun, karakteristik desa yang masih alami dan uniklah yang menjadi daya tarik utama masyarakat berwisata di desa. Kondisi alami dan hijau serta karakteristik aktivitas primer ini yang pada akhirnya mendorong penerapan ilmu pertanian salah satunya dengan permakultur sebagai katalisator desa agrowisata di Indonesia.

Permakultur merupakan ilmu yang mempelajari kolaborasi antara desain ekologis, teknik ekologis, dan desain lingkungan arsitektur lanskap berkelanjutan yang dikembangkan melalui sistem pertanian swadaya berdasarkan ekosistem alam. Permakultur merupakan buah pikir dari Bill Mollison “bekerjalah dengan alam, bukan melawannya”. Artinya, pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kenyamanan manusia pada hakikatnya harus selaras dan tidak merusak lingkungan alam. Tiga hal utama dari permakultur adalah aktivitas peduli bumi, ekosistem peduli manusia, dan pengembalian surplus atau penerapan ekonomi sirkular pada sistem pertanian. Sehingga, penerapan ilmu permakultur sebagai katalisator desa agrowisata saat ini selaras dengan definisi dari permakultur itu sendiri. Namun yang menjadi pertanyaannya, bagaimana permakultur dapat memberikan dampak bagi peningkatan kualitas desa agrowisata?

Pertama, permakultur dapat menciptakan penataan lahan yang lebih menarik tanpa mengesampingkan fungsi lahan tersebut. Melalui permakultur, lahan pertanian produktif dapat ditata ruangnya sehingga menciptakan efisiensi lahan, diversitas produksi, hingga peningkatan estetika lanskap. Bahkan masyarakat dapat menerapkan permakultur pada halaman rumahnya karena dapat diterapkan pada tanaman kebun rumah dengan luas area terbatas. Hal ini tentunya dapat meningkatkan daya tarik wisatawan (terlebih desa ekowisata dan agrowisata) untuk mengunjungi desa wisata tersebut dengan tetap mempertahankan kualitas produksi bahkan mungkin meningkatkannya.

Kedua, Permakultur menciptakan ketahanan dan kemandirian pangan desa wisata. Tidak hanya mengefisiensikan lahan, ilmu permakultur juga membahas mengenai praktik penanaman tumbuhan yang beragam dan memperoleh bahan pangan yang bervariasi tanpa memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Diversitas produksi pertanian selain dapat memenuhi kebutuhan desa namun dapat menjadi sarana edukasi dalam agrowisata.

Ketiga, Efisiensi produksi pertanian dapat ditingkatkan melalui proses sirkular di dalam Permakultur. Permakultur membuat kegiatan bertani menjadi mudah dan hemat (Didarali & Gambiza, 2019). Petani tidak perlu khawatir akan adanya biaya perbaikan lahan karena pada dasarnya permakultur merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Sistem pertanian permakultur menciptakan simbiosis antar flora yang menyebabkan tumbuhan dapat hidup lebih lama dan sehat sehingga menjadikan produksi pertanian melalui permakultur menjadi sangat efisien. Tentunya hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan desa agrowisata menjadi lebih berkelanjutan

Keempat, menjaga kualitas lahan, meredam kerawanan bencana. Desa Agrowisata harus dapat menciptakan lingkungan yang aman. Permakultur dapat memperkuat struktur tanah, meningkatkan infiltrasi air dan kapasitas retensi. Oleh karena itu, permakultur dapat mengurangi risiko kekeringan dan mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan oleh petani. Selain itu permakultur juga dapat dimodifikasi untuk dapat difungsikan menjadi area pemanenan air hujan. Hal ini akan menunjang kegiatan desa agrowisata menjadi lebih baik lagi.

Terakhir, permakultur dapat dimodifikasi sesuai dengan keunikan geografis masing-masing wilayah. Hal ini dapat menjadi added value bagi desa agrowisata untuk dapat menghadirkan konsep permakultur yang unik. Contoh saja, sistem irigasi Subak dan teraseringnya di Bali menjadi salah satu contoh konsep permakultur yang memiliki daya tarik tersendiri terlebih memiliki kekhasan dibandingkan daerah lain.

Dari lima alasan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa permakultur dapat berkontribusi dalam perkembangan desa agrowisata di Indonesia. Permakultur dapat menciptakan daya tarik wisata berbasis pertanian dan perkebunan dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Selain itu, aktivitas wisata melalui penerapan permakultur tidak akan mengganggu aktivitas pertanian yang umumnya menjadi aktivitas utama di desa dan bahkan dapat meningkatkan kapasitas dan keragaman produksi pertanian di desa tersebut. (IPF)

 

 

Referensi:

https://gobumdes.id/2019/03/23/jumlah-desa-wisata/

Bell, Graham. The Permaculture Way. 1st edition, Thorsons, (1992), ISBN 0-7225-2568-0, 2nd edition Permanent Publications (UK) (2004), ISBN 1-85623-028-7.

Bell, Graham. The Permaculture Garden. Permanent Publications (UK) (2004), ISBN 1-85623-027-9.

Bradley, Kirsten. “Holistic Management: Herbivores, Hats, and Hope”. Milkwood. Diakses tanggal 25 Maret 2014.

Burnett, Graham. Permaculture: A Beginner’s Guide. Spiralseed (UK).

Fern, Ken. Plants For A Future. [Permanent Publications] (UK) (1997). ISBN 1-85623-011-2. Google Books link

https://wanaswara.com/mengenal-permakultur-sistem-pertanian-yang-berkelanjutan/