A. Latar Belakang

Desa kini menghadapi banyak tantangan dalam mempertahankan eksistensinya. Bappenas (2015) menyatakan, di tahun 2010, 50% penduduk Indonesia bertempat tinggal di perkotaan, dan sisanya tinggal di perdesaan. Namun, 40 tahun ke depan hanya ada 15% penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan. Jika dihadapkan pada fakta bahwa Indonesia mengalami konversi lahan pertanian seluas 100 ribu hektar per tahun (BPS, 2014), maka hal ini dapat menjadi bencana bagi kehidupan warga Indonesia di masa mendatang, sebagai masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian dan kekayaan sumber daya lainnya. Indonesia juga memiliki ragam kerentanan terhadap bencana alam. Berbagai bencana di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis memicu terjadinya angin puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, meletusnya gunung berapi, kebakaran hutan dan lahan, serta gelombang pasang dan abrasi.

Dalam mengukur status perkembangan desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi membentuk suatu instrumen untuk melakukan pencapaian target RPJMN 2015-2019. Dari 73.709 desa di Indonesia, sebanyak 45% nya masih menyandang status desa tertinggal. Sementara itu, hanya 174 desa yang sudah mendapat predikat desa mandiri. Ketimpangan angka ini bisa saja terjadi karena tidak meratanya pembangunan di Indonesia, yang disebabkan oleh kurang berdayanya masyarakat dan pemerintah setempat untuk mengelola potensi yang ada.

Masterplan atau rencana tata ruang merupakan dokumen perencanaan tata ruang yang mengatur letak fasilitas umum dan sosial sesuai dengan fungsi lahannya. Mempertimbangkan tantangan-tantangan yang dialami oleh desa-desa di Indonesia, rencana tata ruang penting untuk menjadi pegangan dalam mengembangkan desanya. Dalam melihat masa depan, rencana tata ruang menjadi rencana induk pembangunan desa yang berangkat dari potensi dan masalah yang saat ini masih dimiliki. Rencana ini didasari pada visi desa yang mampu mensejahterakan semua penghuninya, baik secara lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Semua pihak yang terlibat dalam pengembangan desa, di antaranya adalah pemerintah desa, lembaga desa, komunitas, masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak swasta, harus mampu secara kolaboratif mengelola aset dan kekayaan desa melalui perencanaan dan pembangunan yang telah disepakati bersama. Sehingga kebutuhan terhadap pemahaman secara menyeluruh tentang masterplan desa dan tahapannya menjadi sangat diperlukan bagi masyarakat di wilayah desa.

B. Tujuan

Tujuan pelatihan ini adalah:

    1. Memberikan pengertian dan pemahaman tentang masterplan, proses penyusunan, manfaat dan kegunaannya;
    2. Mengetahui strategi perencanaan pembangunan desa baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang;
    3. Masyarakat mampu mengidentifikasi, menyusun dan mengevaluasi secara berkala;
    4. Mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
    5. Merencanakan pembangunan secara terpadu antar sektor

 

C. Dasar Hukum

Dasar hukum yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:

    • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
    • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
    • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
    • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Desa;
    • Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
    • Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional;
    • Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
    • Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa;
    • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa;
    • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
    • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
    • Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan;

 

D. Sasaran

Sasaran pelatihan ini adalah:

    1. Peserta memahami pentingnya masterplan/rencana tata ruang bagi kawasan;
    2. Peserta memahami konsep perencanaan dan dampak dari perencanaan;
    3. Peserta memahami tahapan dalam perencanaan secara sistematis dan prioritas penanganannya;
    4. Peserta memahami metode/cara kerja yang efektif dalam merencanakan sesuai dengan pendekatan partisipatif ;
    5. Peserta mampu menerapkan prinsip-prinsip dan tahapan perencanaan ;
    6. Peserta memahami metode/cara kerja dalam pembuatan prioritas program dan anggaran secara efektif dan efisien
    7. Peserta mampu memahami implementasi dan pengembangan hasil riset dalam pembangunan desa

 

E. Metode Pelatihan

Metode pelaksanaan pelatihan ini meliputi:

    1. Persiapan pelatihan
      • Pemahaman terkait teori dan kebijakan penyusunan rencana tata ruang,
      • Pengumpulan data sekunder kawasan terkait
      • Pengumpulan biografi peserta pelatihan;
    2. Perencanaan pelatihan
      • Penyusunan materi pelatihan
      • Penyediaan media dan alat pendukung
      • Bahan pelatihan;
    3. Pelaksanaan pelatihan
      • Curah pendapat
      • Simulasi
      • Ceramah
      • Presentasi
      • Film dan video
      • Studi kasus
    4. Evaluasi pelatihan
      • Evaluasi materi pelatihan
      • Penyelenggaraan pelatihan

 

F. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan

Lokasi pelaksanaan di Kantor Yayasan Caritra Indonesia

Jl. Ipda Tut Harsono No. 26, Umbulharjo, Yogyakarta 55165

 

G. Peserta Pelatihan

Peserta yang menjadi sasaran pelatihan ini di antaranya adalah:

    1. Pemerintah Desa (perangkat dan dukuh)
    2. Perwakilan BUMDes
    3. Perwakilan Lembaga Desa (BPD, LPMD, LMDH, PKK, Karang taruna, Pokdarwis, dll)
    4. Perwakilan Komunitas Desa (Gapoktan, Kelompok Ternak, Kelompok Pengrajin, penggiat wisata, Karang Taruna, PKK, dll)
    5. Masyarakat Umum

 

H. Sarana dan Prasarana

    1. Proyektor dan Layar
    2. Peta dasar, berisi batas administratif kawasan studi kasus, dan fasilitas umum dan fasilitas sosial, dicetak pada kertas kalkir berukuran A2. 1 lembar per kelompok.
    3. Peta guna lahan kawasan studi kasus, dicetak pada kertas HVS berukuran A2. 1 lembar per kelompok.
    4. Kertas Plano, ukuran 79×109 sebanyak 4 lembar ditempel di styrofoam. 1 lembar per kelompok.
    5. Alat tulis, berupa spidol berwarna, dan board marker. 1 pax per kelompok.
    6. Sticky notes, 1 pax per kelompok.
    7. Pointy notes, berisi 5 warna berbeda (merah, orange, kuning, hijau, biru). 1 pax per kelompok.