Sektor pariwisata terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan dan menjadi salah satu penggerak utama ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia mencapai 13,9 juta kunjungan sepanjang tahun 2024, meningkat sebesar 20,17 persen dibandingkan tahun 2023. Peningkatan ini merupakan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sejalan dengan itu, Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menyatakan bahwa sektor pariwisata diperkirakan menyumbang devisa sebesar USD16,7 miliar, tumbuh 19,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, di tengah pertumbuhan yang cepat ini, muncul risiko kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan ketimpangan manfaat pariwisata. Di sinilah pentingnya perencanaan strategis dan berkelanjutan, seperti Integrated Tourism Master Plan (ITMP).
ITMP adalah rencana induk pengembangan pariwisata yang terpadu lintas sektor, lintas wilayah, dan berjangka panjang. ITMP disusun dengan mempertimbangkan keterkaitan antara pembangunan infrastruktur, konservasi lingkungan, pelestarian budaya lokal, peningkatan ekonomi masyarakat, serta penataan tata ruang kawasan. Dokumen ini merupakan amanat dari kebijakan tingkat nasional dan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengelola sektor pariwisata secara inklusif dan berkelanjutan. ITMP dikembangkan secara khusus untuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), terutama yang termasuk dalam kategori Destinasi Pariwisata Prioritas atau yang lebih dikenal sebagai “Bali Baru”, seperti Danau Toba, Borobudur–Yogyakarta–Prambanan, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Keberadaan ITMP penting karena menjadi acuan bersama bagi kementerian dan lembaga pemerintah, pemerintah daerah, sektor swasta, hingga masyarakat lokal dalam merancang pembangunan pariwisata yang terarah dan tidak saling tumpang tindih. Dengan adanya ITMP, pembangunan infrastruktur seperti jalan, jaringan air, listrik, dan fasilitas wisata dapat diarahkan untuk benar-benar mendukung kegiatan pariwisata yang terintegrasi dan aman. Tidak ada lagi pembangunan hotel di zona rawan bencana, atau pembangunan akses yang tidak mengarah ke pusat-pusat aktivitas wisata. ITMP juga hadir sebagai penjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan serta budaya. Banyak destinasi wisata yang mengalami tekanan akibat pertumbuhan pesat, mulai dari kerusakan ekosistem hingga konflik sosial karena penggusuran atau marginalisasi warga lokal. Dengan kerangka ITMP, pembangunan dapat diarahkan agar tetap menjaga keberlanjutan ekologi dan menghormati nilai-nilai budaya setempat.
Salah satu kekuatan dari ITMP adalah kemampuannya untuk memperluas manfaat ekonomi pariwisata ke tingkat desa dan daerah. Desa tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam ekosistem pariwisata: menyediakan homestay, atraksi budaya, kuliner lokal, hingga jasa transportasi dan pemandu. Sebagai contoh, dalam pengembangan ITMP kawasan Borobudur–Yogyakarta–Prambanan, desa-desa seperti Karangrejo, Tuksongo, dan Wanurejo diarahkan menjadi kawasan penyangga yang terhubung langsung dengan Borobudur sebagai pusat atraksi. Melalui pengembangan jalur sepeda, pelatihan pemandu wisata, pengelolaan homestay, dan promosi produk lokal, masyarakat desa diajak terlibat secara aktif dalam rantai nilai pariwisata yang berkelanjutan.
Namun demikian, implementasi ITMP juga menghadapi sejumlah tantangan di lapangan. Koordinasi antar-lembaga dan antar-level pemerintahan masih belum berjalan optimal. Di banyak daerah, kapasitas teknis untuk memahami dan menerjemahkan dokumen ITMP ke dalam program nyata masih terbatas. Selain itu, kebutuhan akan investasi dalam infrastruktur dan layanan pariwisata sering kali belum sepenuhnya memperhatikan prinsip keberlanjutan dan keterlibatan masyarakat lokal secara bermakna.
Harapannya, keberhasilan ITMP tidak hanya diukur dari jumlah wisatawan yang datang, tetapi dari seberapa besar pembangunan pariwisata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, menjaga identitas budaya, dan melindungi kelestarian alam. Dalam kerangka besar pembangunan nasional, ITMP bukan sekadar dokumen teknokratis, melainkan fondasi arah pembangunan yang manusiawi, adil, dan berjangka panjang. Ketika seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas desa—memahami dan menjalankan ITMP secara kolaboratif, maka pariwisata Indonesia dapat tumbuh menjadi sektor unggulan yang tidak mengorbankan masa depan. (DAW)
Referensi dan Daftar Pustaka :
City of Yokohama. (2012). Urban Design Yokohama.
http://www.city.yokohama.lg.jp/toshi/design/pdf/udleaflet2.pdf
JICA. (2020). JICA’ s Project Evaluation System and its Features.
Murota, M. (2009). A Study On The Use Of Parks In The Green Matrix System of Kohoku New Town,
Japan -Focusing on parks Combined with pedestrian roads-. Journal of Asian Architecture and
Building Engineering, 8(1), 73–79.
Trifita, A., & Amaliyah, R. (2020). Ruang Publik dan Kota Berkelanjutan: Strategi Pemerintah Kota
Surabaya Mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Global and Policy Journal of
International Relations, 8(02), 159–174. https://doi.org/10.33005/jgp.v8i02.2413
Widorini, S. (2020). City Voices: Public Space and The New Urban Agenda. Companion to Public
Space, 08(01), 346–357. https://doi.org/10.4324/9781351002189-27
indonesia.go.id. (2025). Geliat Sektor Pariwisata Pacu Pertumbuhan Ekonomi https://indonesia.go.id/kategori/editorial/9026/geliat-sektor-pariwisata-pacu-pertumbuhan-ekonomi?lang=1