Sebanyak 75.753 desa di Indonesia, yang tercakup dalam total 84.276 wilayah administrasi setingkat desa menurut Pendataan Potensi Desa (Podes) 2024, menyimpan keragaman potensi yang luar biasa, mulai dari sumber daya alam, manusia, hingga sosial budaya. Namun, potensi tersebut kerap tersembunyi di balik minimnya data yang terstruktur dan terdokumentasi dengan baik. Padahal, pemetaan aset desa yang akurat merupakan prasyarat fundamental dalam perencanaan pembangunan berbasis potensi lokal. Tanpa data yang akurat, valid, dan terstruktur, kebijakan yang dihasilkan berisiko tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah desa untuk memiliki panduan teknis yang komprehensif dalam proses identifikasi dan pengelolaan aset desa.

“Profil desa terdiri dari data-data yang diubah menjadi infografis dan informasi spasial atau keruangan. Informasi spasial mempermudah masyarakat dalam ‘membaca ruang’ yang ada di sekitar mereka untuk kemudian dapat merencanakan masterplan desa”.

Menyusun profil desa bukan semata-mata aktivitas administrative saja, melainkan sebuah praktik pengetahuan yang melibatkan pemetaan aset, potensi, dan persoalan desa secara menyeluruh. Dibutuhkan kemampuan membaca konteks, menghubungkan antar data, dan menyusun narasi yang merepresentasikan kondisi faktual masyarakat. Dalam konteks ini, mengubah data menjadi informasi adalah sebuah seni: seni memahami data.

Data yang akurat dapat diperoleh dari proses pengumpulan data yang tepat. Sebelum proses pengumpulan data dilakukan, perlu identifikasi kebutuhan data terlebih dahulu dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Apakah kita memerlukan data tersebut untuk menganalisis proyeksi pembangunan desa?
  2. Data seperti apa yang kita butuhkan?
  3. Bagaimana cara memperoleh data tersebut?

Informasi dalam profil desa diatur dalam Permendagri No. 12 tahun 2007 tentang Manajemen Pendataan Desa dan Kelurahan. Profil desa memuat tiga komponen utama, yaitu: data dasar keluarga, potensi desa, dan tingkat perkembangan desa.

Pengumpulan data dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, data primer, yang mencerminkan kondisi aktual desa seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, pengelolaan sampah, fasilitas umum, dan aspek kebencanaan. Data ini diperoleh melalui observasi langsung, wawancara, kuesioner, atau dokumentasi visual (misalnya foto udara). Kedua, data sekunder, yang bersumber dari dokumen institusional seperti laporan pemerintah, buku, jurnal, atau regulasi. Data ini bersifat historis dan diperbarui secara berkala.

Pengolahan data menjadi proses yang tidak bisa dipisahkan dari proses penyusunan profil desa. Proses pengolahan data dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: pemilahan dan pengelompokan data, menganalisis data, dan menyajikan informasi.

Informasi yang tersusun rapi dari data profil desa menjadi pijakan dalam penyusunan masterplan desa. Oleh karena itu, kemampuan desa dalam menyusun, menyajikan, dan memahami data secara utuh adalah fondasi utama untuk membangun desa yang terarah, partisipatif, dan berkelanjutan.

Melalui pendekatan yang ditawarkan dalam Buku Pintar Profil Desa, menyusun profil desa bukan lagi dianggap sebagai beban administrative saja, melainkan sebagai praktik pengetahuan yang menumbuhkan kesadaran kolektif warga desa atas potensi dan arah masa depannya.

Dapatkan Buku Pintar Profil Desa di https://www.masterplandesa.com/buku-publikasi/ dan mulai ubah data menjadi arah pembangunan yang bermakna.  (WFD)

 

 

Sumber:

Asrori. 2014. “KEMAMPUAN PERANGKAT DESA DALAM MENYUSUN PROFIL POTENSI DESA”. Jurnal Bina Praja. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri. Jakarta

Penyusunan Masterplan Desa, www.masterplandesa.com (diakses 20 Mei 2025).