Wisata berbasis kebudayaan merupakan bentuk perjalanan yang menekankan pengalaman budaya dengan kearifan lokal. Tak sekadar mengunjungi tempat wisata untuk berekreasi saja, melainkan juga untuk mengenal adat, tradisi, seni, hingga lingkungan hidup masyarakat setempat. Kawasan wisata yang telah berkembang menjadi salah satu bentuk perjalanan yang menarik untuk dikulik lebih jauh lagi, jika berbasiskan kebudayaan yang menggariskan perubahan dan perkembangan zaman ini.
Eksplorasi budaya, sejarah, seni, dan tradisi setempat menjadi langkah-langkah dalam menafsirkan perjalanan wisata budaya. Selain melalui tour guide untuk menjelajah tempat wisata atau mencari informasi, pengalaman dalam mempelajari wisata budaya juga dapat dilakukan dengan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat setempat, yang biasanya berlaku sebagai saksi hidup eksistensi wisata tersebut. Berbagai aktivitas dalam mempelajari wisata budaya dapat dilakukan, seperti menghadiri pertunjukan seni tradisional, memasak dan menjelajahi makanan lokal, mengunjungi museum dan situs sejarah, berpartisipasi dalam festival budaya, hingga mengunjungi tempat-tempat bersejarah lainnya. Langkah-langkah ini merupakan cara untuk merasakan kekayaan budaya lokal dan mendapatkan wawasan lebih untuk memaknai kehidupan.
Yogyakarta menjadi salah satu destinasi tujuan yang paling banyak dipilih oleh wisatawan domestik, karena dianggap memiliki berbagai kearifan lokal dan tradisional yang syarat akan kesenian dan sejarah. Sebagai salah satu wilayah yang pernah tercatat menjadi ibukota negara ini, sejarah berdirinya Yogyakarta tidak terlepas dari akulturasi berbagai kerajaan yang mempertahankannya.
Wilayah Kotagede merupakan salah satu dari sekian banyak kawasan di Yogyakarta yang menyimpan banyak kisah sejarah, terutama berkaitan dengan asal muasal keberadaan kerajaan Islam Mataram. Mulanya, wilayah Kotagede adalah desa kecil yang ditinggalkan oleh masyarakatnya dan menjadi hutan, namun oleh Ki Gede Pemanahan dibangun kembali daerah ini atas kekuasaan dari Sultan Hadiwijaya. Seiring berjalannya waktu, wilayah ini semakin ramai diduduki masyarakat. Saat ini banyak beredar bangunan-bangunan kuno yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Beberapa bangunan di wilayah Kotagede juga menjadi saksi bisu sejarah perkembangan kebudayaan kerajaan Mataram Islam di abad ke-16.
Suasana tradisional masih terasa hangat di wilayah Kotagede, terlihat dari bangunan arsitektur khas seperti yang terlihat di kompleks Masjid Besar Mataram. Suasananya terasa seperti di lingkungan keraton, lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi masjid, pelataran yang luas dengan beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah bedug berukuran besar. Komplek Pasarean Mataram juga terkenal di wilayah ini sebagai kompleks makam raja-raja Mataram, salah satunya terdapat makam Panembahan Senopati. Saat ini, mayoritas penduduk yang tinggal di Kotagede bermata pencaharian sebagai pedagang yang merangkap sebagai pengrajin perak dan batik.
Menariknya, kawasan Kotagede menjadi salah satu destinasi wisata yang berpadu dengan kekayaan budaya dan sejarah yang kental di dalamnya. Rupanya, selain mendapatkan kesempatan menjelajahi kekayaan warisan lokal, wisatawan juga bisa mendapatkan ilmu keragaman budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Wilayah Kotagede juga menjadi saksi dalam pelestarian budaya hingga pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
Tidak hanya di Yogyakarta, salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah juga memiliki kisah menarik dalam mempertahankan kearifan lokalnya. Kawasan Loli Tasiburi dan Loli Dondo yang terletak di Kabupaten Donggala menyimpan tradisi unik yang masih eksis dipertahankan hingga sekarang. “Rompong” atau “rumpon” merupakan alat bantu mengumpulkan ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis pengikat atau atraktor dari benda padat, yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Tradisi ini masih melekat dalam upaya meningkatkan tangkapan ikan yang lebih banyak, bagi masyarakat setempat yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Rupanya, selain memberikan peningkatan efektivitas penangkapan ikan, rompong juga dianggap sebagai jembatan dalam mendukung keberlanjutan ekosistem laut. Rompong dapat menciptakan lingkungan di dasar laut yang menyerupai karang alami, sehingga dapat memberikan rasa aman kepada binatang laut dan memberikan ruang untuk berlindung para ikan dari predator untuk berkembang biak.
Keberadaan rompong bagi masyarakat Loli Tasiburi dan Loli Dondo, sangat berperan pada prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana dapat meningkatkan tradisi gotong-royong dan kemandirian sebagai kearifan lokal masyarakat. Hal ini menjadikan kawasan Loli Tasiburi dan Loli Dondo tercatat sebagai rekomendasi wisata budaya yang terikat dengan tradisi dan kekayaan intelektual masyarakatnya. Selain untuk menikmati keindahan alam bawah laut, keberadaan rompong juga dapat memberi nilai-nilai positif tentang kebersamaan masyarakat yang memiliki rasa senasib-sepenanggungan. Sehingga harapannya, perencanaan, pengerjaan, hingga perawatan lingkungan dapat dikelola oleh masyarakat secara bersama-sama. (SA)
References
Bena, E. F. (2023). 15 Wisata Budaya di Yogyakarta yang Wajib Dikunjungi. Retrieved from tempatwisataunik.com: https://tempatwisataunik.com/wisata-indonesia/yogyakarta/wisata-budaya-di-yogyakarta#:~:text=15%20Wisata%20Budaya%20di%20Yogyakarta%20yang%20Wajib%20Dikunjungi,Yogyakarta%20…%208%208.%20Kotagede%20…%20More%20items
Kemantren Kotagede. (2023). Kotagede Dalam Sejarah. Retrieved from Kemantren Kotagede Pemerintah Kota Yogyakarta: https://kotagedekec.jogjakota.go.id/page/index/gambaran-umum
Wahyudi, D. (2023). Kotagede Yogyakarta Kota Sejarah. Retrieved from Njogja.co.id: https://njogja.co.id/kota-yogyakarta/kotagede-yogyakarta/