Sampah menjadi salah satu permasalahan klasik yang dihadapi oleh hampir seluruh negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Faktanya, masyarakat Indonesia menyumbang sampah plastik sebesar 64 juta ton/tahun (BPS, 2015). Hal ini berkontribusi pada 3,21 juta metrik ton sampah yang masuk ke dalam laut dan menjadikan Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua setelah Tiongkok. Tidak hanya sampah plastik, sampah domestik seperti sampah makanan juga berkontribusi pada kerugian Indonesia yang diperkirakan mencapai 310 milyar dolar setiap tahunnya (FAO, 2017). Maka sudah menjadi keharusan bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih peka dengan isu sampah ini dan memaksimalkan upaya untuk menyelesaikannya.

Sebagai negara yang memiliki corak agraris yang kuat, Indonesia memiliki 74.517 desa (BPS, 2018). Maka, Desa Mandiri Sampah menjadi salah satu gagasan yang dilakukan di Indonesia untuk menjadi salah satu solusi mengatasi masalah sampah. Lantas, apa itu desa mandiri sampah?

Mengutip dari Buku Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa (KLHK RI, 2018), Desa mandiri sampah adalah desa yang mampu memanajemen pengelolaan sampahnya secara mandiri untuk meningkatkan kualitas hidup, lingkungan yang sehat dan perekonomian masyarakat melalui prinsip dasar pengelolaan sampah untuk mendukung tercapainya target pengurangan dan penanganan sampah nasional.

Walaupun tidak sebesar masyarakat perkotaan dalam menghasilkan sampah, masyarakat pedesaan pasti menghasilkan sampah dari aktivitas mereka sehari-hari yang dominan pada sektor primer. Akan tetapi, pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat pedesaan tetap harus dilakukan dengan baik untuk mencegah dampak negatif yang tidak diinginkan.

Melalui karakteristik aktivitas pedesaan, maka mekanisme pengelolaan sampah dapat dimanfaatkan dengan lebih pro lingkungan dibandingkan dengan pengelolaan sampah di perkotaan. Sampah yang dominan merupakan sampah organik seperti bahan pangan dan papan yang dapat menjadi salah satu keunggulan dalam menciptakan paradigma desa mandiri sampah yang berkelanjutan.

Pertama, penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) dapat diterapkan dan digalakkan pada desa mandiri sampah. Dampaknya tidak hanya terasa pada segi lingkungan dimana suasana pedesaan akan menjadi lebih bersih, namun juga memberikan efek circular economy dimana sampah yang seharusnya tidak bernilai dapat diolah dan digunakan kembali sehingga memberikan keuntungan ekonomi tersendiri bagi desa mandiri sampah.

Kedua, terciptanya desa mandiri sampah melepaskan interdependensi antara pengelolaan sampah desa dengan pemerintah administratif yang lebih tinggi. Hal ini tentunya akan meringankan beban dari sistem pengelolaan sampah pemerintah pada tingkat administrasi yang lebih tinggi sehingga mereka dapat fokus pada isu persampahan pada wilayah yang belum mandiri maupun masalah persampahan di perkotaan.

Ketiga, desa mandiri sampah dapat berpotensi menjadi desa wisata. Desa yang sukses dalam mengelola sampah dapat menjual nilai lebihnya tersebut untuk dijadikan aset menjadi desa wisata edukasi dan ecotourism. Hal ini akan berimplikasi pada perekonomian desa yang lebih berkelanjutan dan terjamin.

Membahas mengenai desa mandiri sampah, mari kita lihat salah satu desa yang berada di Kabupaten Sleman. Sukunan pantas menjadi sebuah kampung wisata berbasis lingkungan karena masyarakat Sukunan telah menjalankan proses pengolahan sampah secara mandiri baik di tingkat rumah tangga hingga di tingkat kelompok. Kegiatan ini pun menghasilkan berbagai produk olahan sampah yang memiliki nilai lebih seperti aneka produk kerajinan dari sampah plastik, kerajinan dari kain perca serta pupuk kompos dari sampah organik.

https://visitingjogja.com/26373/belajar-menjadi-duta-lingkungan-di-desa-wisata-sukunan/

 

Sebagai sebuah kampung wisata lingkungan (ecotourism), Kampung Sukunan menawarkan berbagai paket wisata seperti pelatihan sistem pengolahan sampah mandiri, pelatihan pembuatan kerajinan dari plastik dan kain perca, pelatihan pembuatan kompos rumah tangga, hingga atraksi khas pedesaan seperti angon bebek, membajak sawah, menanam benih, hingga memanen padi.  Beberapa rumah warga Kampung Sukunan dapat disewa sebagai homestay. Dengan fasilitas homestay ini, wisatawan dapat menginap dan turut menikmati rutinitas harian warga desa yang tenang. Kondisi alam di Kampung Sukunan yang asri juga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk menghilangkan kepenatan.

Singkatnya, mewujudkan desa mandiri sampah menjadi strategi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Tidak hanya bermanfaat dari segi lingkungan, namun juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian desa. Namun untuk mewujudkannya, diperlukan keseriusan baik dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu, desa mandiri sampah akan menjadi paradigma baru dalam pengembangan desa di Indonesia. (IPF)

 

 

Referensi:

https://www.gudeg.net/direktori/1815/desa-wisata-lingkungan-sukunan-yogyakarta.html

http://p3esumatera.menlhk.go.id/p3es/uploads/unduhan/12._Pedoman_Smart_Village.pdf

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/13/berapa-jumlah-desa-di-indonesia