Perjalanan Pasar Papringan

Pasar Papringan merupakan salah satu program pengembangan desa yang diinisiasi oleh komunitas Spedagi (sepeda pagi) yang berada di dusun Ngadiprono, Kabupaten Temanggung. Pasar Papringan diambil dari dua kata, yaitu “Pasar” yang artinya tempat untuk jual beli, dan “Papringan” yang artinya kebun bambu. Pasar Papringan buka berdasarkan pada penanggalan jawa yaitu Minggu Pon dan Wage, dari jam 6 pagi hingga 12 siang. Sistem penjualan Pasar Papringan adalah menggunakan lincak bambu sebagai tempat berjualan. Selain itu, mata uang yang berlaku di Pasar Papringan ialah pring, mata uang yang terbuat dari bambu yang dapat ditukar dengan uang 2000 rupiah.

Awal mula berdirinya komunitas Spedagi sebenarnya dimulai dari kondisi kesehatan Singgih Susilo Kartono (founder spedagi) yang kurang baik sehingga beliau mendirikan komunitas spedagi sebagai wujud upaya meningkatkan kesehatan. Kegiatan bersepeda yang dilakukan oleh founder spedagi ini biasanya melewati desa-desa yang masih asri dengan papringannya. Papringan tersebut sebagian besar masih terbengkalai dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Singgih melihat papringan tersebut sebagai potensi sumber daya yang melimpah di desa dan berpotensi menjadi sumber daya material multifungsi di masa depan. Pohon bambu dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi, baik untuk konstruksi, kuliner, dan aplikasi produk yang beragam. Selain itu, pemilihan desa sebagai lokasi pengembangan juga didasari oleh masalah yang dihadapi desa yaitu banyaknya anak-anak muda desa yang telah menempuh pendidikan tinggi namun tidak kembali lagi ke desa. Hal tersebut dikarenakan kurikulum yang disusun oleh perguruan tinggi sebagian besar diatur untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga membuat desa kehilangan potensi sumber daya manusianya dan mengalami degradasi kualitas kemandirian desa.

Dengan alasan tersebut, Singgih termotivasi untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki desa untuk memecahkan masalah yang ada dengan mendirikan Pasar Papringan yang ada di Kabupaten Temanggung. Pemikiran Pasar Papringan berawal dari kolaborasi dengan komunitas muda di Temanggung yang menyelenggarakan Pasar Minggu tiap pagi. Banyaknya papringan yang menyisakan ruang yang menarik serta suasana yang teduh menginspirasi Singgih untuk mengkolaborasikan ide Pasar Minggu dengan papringan menjadi Pasar Papringan. Pasar Papringan ini merupakan salah satu upaya revitalisasi desa, yang diawali dengan perancangan masterplan desa dengan memanfaatkan sumber daya lokal, yang menjunjung nilai kesederhanaan, kearifan lokal, dan lingkungan.

 

Pendekatan yang Dilakukan dalam Mendirikan Pasar Papringan

Konsep Pasar Papringan didasari oleh beberapa prinsip yaitu sebagai konsep konservasi bambu, menggunakan produk lokal, dan dikelola oleh warga lokal. Konsep tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan yang dilakukan yaitu identifikasi masalah, perumusan masalah, perancangan program, implementasi dan evaluasi.

 

Pendekatan yang dilakukan pada tiap tahapan tersebut melalui pendekatan kekeluargaan agar masyarakat desa dapat tergerak dan ikut serta dalam pembangunan dan pengembangan desa. Hasil dari diskusi dan pendekatan tersebut menghasilkan nilai-nilai yang ditaati dan disepakati bersama.

 

Dibalik kesuksesan Pasar Papringan

kendala yang dihadapi pada setiap tahapan pengembangan Pasar Papringan dapat teratasi dengan membangun rasa memiliki pada tiap masyarakat desa, meminimalisir konflik kepentingan, serta transparansi dan keterlibatan penuh masyarakat. Pemerintah Desa juga turut berperan dalam menyukseskan Pasar Papringan ini. Komunikasi dan membangun relasi yang baik dengan berbagai stakeholder menjadi salah satu faktor yang penting dalam pengembangan proyek ini.

 

Manfaat Pasar Papringan

Dari segi lingkungan, papringan tidak lagi dijadikan tempat pembuangan sampah desa oleh masyarakat setempat sehingga mengurangi area kumuh dan kotor di sekitar papringan yang dapat menjadi sumber penyakit bagi sekitarnya. Pohon bambu juga tidak lagi ditebang secara massal dan sembarangan sehingga memberikan waktu bagi bambu untuk tumbuh dan panen di waktu yang tepat. Penataan pohon bambu juga mengurangi siklus perkembangan nyamuk yang merupakan salah satu media penularan beberapa penyakit.

Dari segi ekonomi, pendirian Pasar Papringan ini membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat karena mereka dapat menjual produk unggulan desa dengan nilai jual yang lebih tinggi. Dusun tetangga yang sebagian wilayahnya menjadi area pendukung Pasar Papringan juga mendapatkan retribusi dari kelompok parkir dan keamanan dusun Ngadiprono. Selain itu, masyarakat saat ini dapat menyisihkan uang yang didapat dari hasil penjualan untuk ditabung.

Dari segi sosial, keberadaan Pasar Papringan menjadi ruang publik bagi masyarakat yang digunakan untuk bersosialisasi dan berkegiatan bersama. Kegiatan ini mengundang banyak pihak luar untuk terlibat dalam pengembangan Pasar Papringan. Kegiatan Pasar Papringan menjadi titik pertemuan banyak orang untuk saling bertukar ide, informasi, dan belajar sehingga mendorong adanya kolaborasi di masa depan.

Dari segi budaya, keberadaan Pasar Papringan dijadikan sebagai wadah untuk melestarikan nilai dan kearifan lokal melalui berbagai macam bentuk kuliner, kerajinan, adat istiadat, tradisi, kesenian, cerita rakyat, dan sebagainya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pelestarian budaya lokal.

Pasar Papringan adalah salah satu contoh revitalisasi desa yang tidak hanya indah secara visual, namun juga memberikan dampak positif yang luar biasa dari segi sosial, ekonomi, dan budaya bagi warga Dusun Ngadiprono, Temanggung. Founder dan Co-founder memperlihatkan bagaimana seharusnya sebuah program dilakukan dengan hati dan kesabaran bersama warga, bukan sekadar untuk membuatnya tercapai atau terlaksana semata. (MEIP/SKH)

 

 

*Artikel ditulis berdasarkan Seri Webinar Masterplandesa #3 “A-Z Pasar Papringan”, Jumat, 5 Juni 2020